Beberapa hari yang lalu aku memutuskan untuk berhenti membuka akun social media ku secara meluas. Bisa dikatakan aku mem-private akun sosmed ku di beberapa platform. Walau tidak semua, tetapi aku melakukan hal tersebut juga ada alasannya. Bertepatan dengan waktu yang sama, aku juga mendapatkan musibah. Sebenarnya kurang tepat kalau dikata musibah, mungkin ‘cobaan’, nah itu lebih tepat. Aku mengalami ‘trust issue’, naasnya lagi kejadian tersebut berhubungan dengan orang dekat yang bisa dikata “Aku mempercayainya.”. Melalui kejadian tersebut aku belajar bahwa tidak semua orang di dunia ini bisa dipercayai, walau tidak semua tetapi kita perlu berhati-hati. Misalnya hati-hati kepada ku.
Kemudian aku berpikir, bagaimana kalau untuk sementara waktu aku membentengi diri tentang informasi yang aku sebar di dunia maya. Kalian semua tahu bahwa di dunia maya (dalam konteks ini adalah social media) itu luas, indah, namun juga ganas. Pak Rowan Atkinson menyampaikan, sosial media serta teknologi penunjangnya merupakan penemuan yang hebat. Namun tanpa kita sadari melalui ditemukannya ‘sosial media’ tersebut kita juga membuat monster yang tidak bisa/sulit kita kendalikan. Contohnya begini melalui sosial media kita dapat dengan mudah mendapatkan dan membagikan informasi kepada orang lain. Nggak hanya membagikan, kita sebagai ‘pengguna’ itu dapat memberikan ungkapan (komentar) tentang informasi yang kita dapat. Kebebasan berpendapat dalam hal ini sangat meluas & fleksibel. Tetapi ingat, kamu dapat berkomentar, mereka juga dapat mengomentari kamu. Bahkan porsi komentarnya bisa jadi lebih tinggi/parah dibandingkan kamu mengomentari informasi/orang lain.
Bapak Rowan Atkinson yang sering kita kenal sebagai aktor Mr. Bean, beliau menjelaskan tentang maksud dari ‘monster yang susah kita kendalikan’. Yakni kita tidak dapat mengendalikan bagaimana orang lain menilai atau mengomentari kita, hal tersebut dirasa impas karena kita sebagai pengguna juga dapat secara bebas berkomentar atau berpendapat pada suatu hal. Jangankan kita sebagai ‘orang biasa’, sekelas pemerintah pun sering kewalahan menertibkan warganet agar selalu patuh mengikuti aturan dalam bersosial media. Padahal aturan dalam bersosial media itu sudah jelas, tidak boleh begitu dan begitu. Sekali lagi, aturan itu bukan untuk dilanggar. Melainkan untuk dipatuhi agar menjadi pribadi yang rapi dan main aman.
Banyak di zaman sekarang, orang-orang dapat terlibat masalah hanya berawal dari ketikan jari jempol mereka. Permasalahan tersebut bukan berarti gelut (bertengkar) secara nyata, melainkan secara virtual berupa main kata hingga berakhir di penjara. Ya ada juga yang bertengkar secara nyata, kemudian viral lalu dikasuskan hukum ini-itu lalu berakhir penjara. Tentu aku pribadi, kalian semua tidak ingin menjadi pelaku atau malah korban akan hal tersebut bukan? Pak Rowan Atkinson dalam salah satu interview-nya beliau memilih untuk secara sengaja tidak mengekspos dirinya di media sosial, bahkan beliau memperjelas kalau informasi tentang hal tersebut benar-benar beliau personal/privat-kan. Beliau Rowan Atkinson memberikan ungkapan bahwa sosial media itu bukanlah tempat untuk bersantai atau unrelaxing place.
Ungkapan “Unrelaxing” di sini menurutku menjurus pada bagaimana tingkah warganet yang ‘rata-rata’ tidak bisa santai. Nggak usah jauh-jauh contohnya, Twitter. Kalau kalian perhatikan pengguna Twitter itu ada yang mudah terpicu, tersinggung atau malah emosi hanya karena opini pribadi orang lain. Contohnya kamu tidak suka makanan nasi goreng karena alasan tertentu, entah itu minyaknya atau alasan pribadi karena alergi. Kemudian kamu menuliskan opini tentang ‘nasi goreng’ yang menjelaskan ‘alasan kenapa kamu nggak suka nasi goreng’. Walau kamu menjelaskan ‘ketidaksukaan’ tersebut karena alasan pribadi, belum tentu orang lain di media sosial memahami maksud opini kamu adalah pribadi. Bisa jadi ada orang yang menganggap kamu beropini bukan karena tujuan pribadi, melainkan untuk provokasi. Miskomunikasi bukan? Yha, hal tersebut sudah sering terjadi. Brace yourself. Ya walau tidak semua, tetapi kebanyakan kok sering terjadi.
Jadi kesimpulannya aku sementara waktu menutup atau mem-private beberapa platform akun sosial media yang aku miliki. Bukan berarti aku terlibat masalah atau konflik, ya ada tetapi masalah keamanan dan kepercayaan di dunia nyata. Semoga kunjung usai dan bisa diambil hikmah. Doakan aku, Insyaallah semester ini aku menyusun tugas akhir. Sebetulnya ‘fokus tugas akhir’ juga bisa menjadi alibi tentang mengapa aku mengunci beberapa platform akun sosial media.
Saya Naufal, masih menjadi notetaker. Sampai ketemu di lain tulisan dan kesempatan.
0 komentar:
Posting Komentar