Halo lagi. Alhamdulillah saya ucapkan lagi sebagai awal permulaan paragraf, alasannya adalah masih diberi kesempatan sekaligus semangat untuk menulis serta mengulas kembali peristiwa, pengalaman, sekaligus ilmu yang pekan kemarin didapat. Telat dikit gak ngaruh. Walau sebenarnya kronologi peristiwa ini sudah nggak fresh karena tidak seketika saya rilis press di blog pada saat hari itu juga. Kalau pembaca juga menyimak tulisan blog saya yang sebelumnya itu saya banyak mengambil materi pada isi pidato dari Pak Rektor yang disampaikan sebagai bentuk sambutan sekaligus wejangan untuk para wisudawan di acara “Sidang Senat Terbuka Wisuda Periode IV T.A 2022/2023”, maka untuk tulisan selanjutnya ini juga sama-sama mengkaji kembali apa yang disampaikan Pak Rektor dalam sambutannya.
Alasan mengapa mengambil materi yang sama
dengan tulisan atau postingan kemarin adalah sebenarnya pemaparan yang saya
tulis itu belum sepenuhnya, walau sebenarnya kalau benar-benar disimak isi
materi yang disampaikan Pak Rektor itu bisa berlembar-lembar (kalau di-print)
tetapi secara garis besar saya mengutip beberapa materi yang sepertinya ‘cocok’
untuk saya sekaligus pembaca semua. Tujuan artikel ini ditulis masih sama
dengan post sebelumnya, yakni sebagai pengingat untuk penulis sendiri
sekaligus pembaca barang kali mendapatkan pengetahuan baru juga.
Statemen tentang “Pak Rektor kalau
berpidato atau sambutan itu bisa berlembar-lembar” berarti apa yang disampaikan
benar berbobot, plus bercerita. Pada kesempatan saya kemarin menjadi JBI,
menyimak sekaligus mengalih bahasakan apa yang disampaikan Pak Rektor bahwa
beliau mengutip buku utama sebagai bahan kajian. Buku tersebut berjudul, “Zen:
The Art of Simple Living” oleh Shunmyō Masuno, saya sempat mencari tahu buku
apa sih itu, ternyata sesuai judul yakni Sebuah Seni Hidup Simpel/Sederhana.
Isi dari buku tersebut juga langsung to the point, cukup persis dengan
isi dari slide presentasi Pak Rektor sehingga ketika orang membaca itu langsung
disuguhi poin-poinnya.
Kalau pembaca cek di buku tersebut, total
ada seratus ‘quote’ yang kaya akan makna akan seni hidup yang simpel. Pada
kesempatan kali ini, saya hanya mengutip satu quote yang paling relate
untuk teman-teman pelajar perguruan tinggi khususnya yang sedang capeknya
berjuang. Quote tersebut adalah
Don’t Compare Yourself to Others
Bahasa Indonesianya adalah jangan membandingkan
dirimu dengan orang lain. Sama seperti lagu “Ojo Di Bandingke” tidak perlu
jauh-jauh membaca buku yang berisikan seni hidup santai ala Master Zen, dari
lagu yang mayoritas orang tahu liriknya yang fenomenal itu sudah penuh makna,
“Wong ko ngene kok dibanding-bandingke. Saing-saingke yo mesti kalah”
(orang seperti ini kok dibanding-bandingkan. Disaing-saingkan, ya pasti
kalah)
ditambah lagi lirik
“Jelas bedo yen dibandingke. Ora ono sing tak pamerke. Aku raiso yen kon
gawe gawe. Jujur sak onone”
(Jelas berbeda kalau dibandingkan. Tidak ada yang bisa aku pamerkan. Aku
tidak bisa dibuat-buat [pura-pura]. Jujur apa adanya)
Ada korelasi antara lirik di atas dengan
konsep seni hidup simpel yang dikutip oleh Pak Rektor. Kita hidup sebagai
manusia itu antara satu sama lain jelas berbeda. Nama bisa berbeda, gender bisa
berbeda, NIM juga berbeda, bahkan fingerprint atau sidik jari pun itu
tiap individu berbeda sehingga ‘membanding-bandingkan’ itu tidak ada manfaatnya
karena memang jelas berbeda, maka dari itu perbedaan itu bukan suatu hal untuk
ajang membandingkan (compare).
Hal tersebut tidak hanya dalam harfiah, melainkan
sesuatu yang tidak bisa disentuh secara fisik. Yakni nasib atau takdir. Kalau
dibilang ‘takdir’ sepertinya agak berat, diganti menjadi ‘jalan’ nah itu
sedikit lebih enteng bahasanya. Jalan tiap orang itu berbeda-beda, tidak lah
sama. Kalau mungkin sama, mungkin awalnya doang sebagai langkah awal contohnya
seperti lulus bersama dan mulai mencari pekerjaan. Namun akan tetapi jalan tiap
orang belum tentu mulus, ada halangan atau rintangan yang harus dilewati,
sehingga (sekali lagi) jalan tiap orang itu berbeda-beda, sudah jelas beda
ya jangan dibuat bahan untuk membandingkan.
Tetapi terkadang untuk ‘tidak membanding-bandingkan’ itu berat. Secara naluriah
- Mungkin kita merasa jalan hidup orang lain lebih keren atau lancar dibandingkan diri sendiri, sedangkan jalan hidup kita ataupun orang lain itu tidak ada yang tahu
- Mungkin kita ada rasa cemburu dengan pekerjaan orang lain yang mungkin terlihat santai banget atau lancar ndak ada masalah
- Mungkin kita merasa depresi ketika melihat orang lain lebih ‘keren’ atau ‘sangar’ dibandingkan diri sendiri.
Semua hipotesis yang berujung overthink
tersebut bermula dari hasrat membanding-bandingkan. Lantas bagaimana caranya
untuk berusaha tidak membanding-bandingkan?
Dikutip isi sambutan Pak Rektor, beliau
juga mengutip dari buku “Zen: The Art of Simple Living” bahwa kunci utama untuk
memulai diri agar tidak melihat jalan orang lain adalah menanamkan rasa enjoy
terhadap semua proses yang dihadapinya. Pada tulisan blog saya sebelumnya
sempat menyinggung tentang bersyukur dalam segala hal, karena pola pikir akan mensyukuri
semua hal dapat memberikan banyak sekali dampak positif. Salah satunya adalah
memiliki pandangan kedepan, tidak menoleh kanan-kiri melihat orang lain.
Hal tersebut dapat dimulai dengan
menanamkan semangat untuk menikmati semua proses yang sedang dihadapi. Semua
proses, tidak hanya proses yang sukses melainkan proses yang tidak sedikit
gagal. Pak Rektor menyampaikan kepada wisudawan untuk memiliki pola pikir
kedepan, dan menikmati semua hal yang sedang dihadapi. Salah satu contohnya
mendapatkan pekerjaan kemudian dilaksanakan pekerjaan tersebut dengan senang
hati. Penanaman rasa senang menjalani pekerjaan memberikan dampak positif yakni
cepatnya proses belajar & berkembang. Karena mindset yang dipasang
adalah “Pekerjaan yang aku lakukan itu memang sesuai dengan aku” atau kalau
kebetulan pekerjaannya itu memang passion-nya malah tambah cepat lagi.
Namun sayangnya tidak semua orang bisa
semudah itu menerima atau legowo dengan anugerah yang diberikan. Secara
naluriah, manusia itu pasti ada pikiran seperti “Apakah pekerjaan yang aku
dapat ini beneran cocok dengan aku?”. Maka dari itu ayo kita mulai menanamkan
pola pikir enjoy the process, dan tidak melihat proses orang lain yang
konon “Rumput tetangga lebih hijau” sehingga perlahan dari rasa berusaha untuk
menikmati pekerjaan, lamat laun dapat menikmati proses yang dihadapi, hingga
akhirnya mencapai pola pikir untuk tidak membandingkan orang lain dengan diri
sendiri.
Jadi secara garis besar ada empat poin, yakni :
- Nasib tiap orang itu berbeda-beda, maka dari itu
- Tanamkan pola pikir di atas, supaya tidak timbul niatan untuk membandingkan
- Dengan cara menikmati semua proses yang ada
- Hingga timbul pola pikir untuk tetap bersyukur dalam segala hal.
…
Akhir kata seperti biasa. Saya Naufal, seorang
pelajar perguruan tinggi yang sedang garap skripsi. Doakan semoga
dimudahkan segala urusannya, termasuk juga pembaca. Terima kasih sudah mampir
dan membaca torehan tinta dengan ilmu yang semoga bermanfaat. Sampai bertemu di
lain tulisan!
0 komentar:
Posting Komentar