Apapun itu, perjalanan seorang penulis sering kali terhambat sendat oleh halangan apapun. Misal dalam bentuk lingkungan, masalah, pikiran dan perasaan —masih banyak lagi.
Setelah berpikir panjang aku menyadari akan distraksi/gangguan dalam proses menulis. Aku menyebutnya 'pengganggu' karena hal tersebut bisa menyebabkan hilangnya spirit/semangat atau malah menggagalkan ide untuk menulis.
Distraksi ini bisa bermacam-macam, tidak hanya dari luar melainkan masalah intern yang paling potensial untuk menjadikan penulis merasa terganggu atau malah diganggu dalam proses berkarya.
Pengertian Berkarya
Seperti yang kalian tahu, aku suka menulis. Mau bahas apa kek, hampir semuanya tertumpahkan di blog pribadi ini. Meskipun mayoritas bahasan berkaitan dengan kuliah, tapi sebenarnya di blog ini sudah mengalami filtrasi berkali-kali.
Sehingga tidak semua tulisan yang aku tulis, langsung dengan gamblang diunggah di blog pribadi. Bahkan model tulisan free writing sekalipun.
Berkarya di sini aku artikan menulis.
Jujur, menulis menguras tenaga lahir batin. Apalagi kalau bahasannya berkaitan dengan logika, harus mencari sumber-sumber yang terpercaya dan memberikan konklusi sana-sini sampai traveller logika.
Meskipun tuh tulisan 'kadang' nggak dibaca (karena siapa juga yang mampir ke blog ini dengan niatan murni mau sweeping artikel? Wkwkwk) aku tetap berusaha mempertahankan palet gaya penulisan yang masuk akal atau setidaknya enak dibaca. Terutama menyesuaikan kaidah EYD dan KBBI (semoga).
Ketika menulis, ide-ide yang mengalir bisa abstrak. Muncul tiba dan tenggelam kandas tanpa aba. Sehingga ketika sedang enak-enak menyelam dalam lautan ide, terus ada tsunami bisa jadi ide-ide cemerlang yang harusnya diambil malah hanyut dan menyisakan kehampaan berakhir menurunnya semangat untuk menulis.
Distraksi Apa Saja?
Secara umum banyak. Bahkan kalau dibahas sedetil mungkin —pda atau gadget keduanya termasuk distraksi. Tapi itu semua tegantung sama user atau pemakainya, bagaimana menggunakan gadget dengan baik juga hehe.
Pernah aku membaca artikel di Medium (link-nya hilang, lupa), membahas tentang fokus dan bagaimana cara usahanya. Salah satunya dengan memisahkan gadget dari lingkungan ketika sedang waktu produktif (baca: berkarya) —kecuali kalau gadget tersebut benar-benar dipakai sebagai media utama.
Bahkan dalam membaca fokus sekalipun dianjurkan menggunakan buku secara fisik. Karena bagaimana pun, gadget tetap bisa memicu gangguan yang hebat. Lebih-lebih bagi mereka para kaum-kaum millenial seperti aku ini, konsumen internet dan sanak-saudara medsosnya.
Di antaranya seperti:
1. Media Sosial
Youtube, Discord, Facebook, Telegram, Whatsapp... dan masih banyak lagi. Intinya medsos apapun itu bentuknya. Karena medsos bisa menjadi pemicu distraksi yang hebat! Serius, berkali-kali niatan menulis gagal berawal dari membuka medsos.
Awalnya mengecek notifikasi (padahal nggak ada notifikasi yang penting), lalu buka ini, itu... —dan alhasil tidak jadi menulis malah scroll-up medsos wkwk.
2. Gadget
Laptop sekalipun yang dipakai sebagai media menulis —itu bisa menjadi 'gangguan' dalam proses berkarya. Lebih-lebih ketika karya yang berkaitan dengan sastra literatur yang memerlukan imajinasi dan pikiran yang fokus.
Bagaimana gadget bisa menjadi gangguan ketika menulis, berdasarkan pengalaman sendiri:
Mau menulis, kemudian buka 'Microsoft word' lalu mulai menulis. Di tengah-tengah menulis, ada informasi yang hilang sehingga harus explore file untuk menemukan sambungan informasi/rujukan (sering terjadi ketika menulis essay)
Tengah-tengah meng-explore file... bukannya ketemu/mencari file tetapi malah membuka file lain. Parahnya lagi malah buka aplikasi lain. Misal Discord dan sebagainya.
3. Environment/Lingkungan
Bayangkan, sedang menulis enak-enak tapi lingkungan sedang tidak mendukung. Misalnya ada interupsi suara kendaraan jalanan atau mesin boor dan sebagainya. Isitlahnya polusi suara (kayaknya).
Lingkungan bisa diartikan sebagai ruang merupakan interupsi yang paling besar dan 'mungkin' tidak bisa dihindari. —Maksudnya kadang mau tidak mau, lingkungan sudah paten alias tidak bisa diubah-ubah. Salah satu cara untuk menghindari interupsi dari faktor lingkungan adalah pindah lokasi.
Tapi bagi penulis kondang, sudah tidak ketergantungan antara lingkungan yang harus kalem atau bising. Mereka sudah menemukan style/gaya menulis yang berbeda-beda. Sehingga faktor lingkungan menjadi tidak berlaku bagi mereka yang sudah benar-benar talented, sehingga bisa beradaptasi pada lingkungan yang noisy.
4. Pikiran dan Perasaan
Tidak mau diadu lagi, pikiran & perasaan bisa menjadi manfaat dan juga madharat. Maksudnya kelabilan alias tidak stabil. —Ibarat pisau bermata dua, bisa memotong objek juga memotong subjek. —Bagaimana cara menjelaskannya ya?
Ada yang mengatakan kalau menulis harus dipaksakan agar kebiasaan atau habit menulis muncul, meskipun sedikit-sedikit. Ibarat diperkosa ya, terus-menerus akhirnya dinikmati alias ketagihan. —nggak, Maksudnya dari sedikit-sedikit, lama-lama menjadi habit. Kurang lebihnya begitu.
Namun proses menulis tidak dengan hati, bisa menjadi faktor gangguan dalam proses menulis 'yang sebenarnya'. Maksudnya menulis tapi kondisi hati sedang menolak atau memikirkan yang lain (tidak sejalur dengan topik yang dibahas). Sehingga menyebabkan karya menjadi abstrak atau malah nyaris sulit dipahami (bahkan yang nulis aja kadang nggak paham apa yang baru saja ditulis wkwk).
Sehingga argumen tentang 'Menulis dengan paksaan, lama-lama menjadi kebiasaan' Ya memang benar. Menulis harus dipaksakan tetapi tidak ketika sedang menulis 'yang sebenarnya'. Maksudnya?
Ini merujuk ke artikel yang pernah aku tulis, yakni 'Essay yang Sebenarnya'.
Link → https://iamshidqi.blogspot.com/2021/06/essay-yang-sebenarnya.html
Yakni menulis untuk bisa dipahami, dibaca dan digunakan sebagai sumber. Katakan menulis sesuatu untuk dinilai, —misal tugas kuliah. Lumrahnya aku menulis untuk garapan tugas vs untuk main-main (dipake sendiri). Aku lebih men-seriusi tulisan untuk garapan tugas kuliah dibandingkan untuk blog.
Karena apa? Ya itu, karena ada nilainya geblek. Maksudnya ada yang menilai wkwk.
Jadi ketika sedang menulis 'yang sebenarnya', pikiran atau perasaan harus difokuskan atau tertuju pada satu titik. Contoh:
- Aku akan menulis tentang Discord
- Aku akan membahas hal tentang Discord
- Aku mencari informasi yang berkaitan dengan Discord
- Aku merangkum informasi dan essay, kemudian menjadi garapan kuliah
- ... dan seterusnya.
Kondisi akan berbeda ketika menulis dengan kondisi pikiran sedang amburadul kacau. Bahasannya apa, sampai mana, akhirnya gimana, konklusinya jadi apa, yang baca bilang "Ini tulisan tentang apa?"
Kalau model 'Free writing' sih sah-sah aja, tuh kan juga namanya free writing → tulisan yang bebas. Namun kalau lingkup bahasannya sudah essay atau artikel, beda maning. Harus diseriusi! Wkwk.
Dan Masih Banyak Lagi!
Distraksi relatif, bisa muncul di mana saja, kapan saja.
Paling aman untuk meminimalisir distraksi dalam menulis, aku sempat menemukan beberapa trik di Medium:
Di antaranya dengan:
1. Menggunakan Media Secara Fisik
Artinya menulis dengan cara klasik & tradisional. Yakni menggunakan buku, kertas, pena.
Ini terbukti cukup ampuh untuk memulai kebiasaan menulis. Teringat dulu aku mulai menyukai hal tulis-menulis, berawal dari mana? Ya dari situ, menulis di kertas pake pena. Kemudian dijadikan satu pakai binder. —aku memerlukan waktu 1-2 tahun untuk bisa beradaptasi mengetik langsung lewat laptop, karena banyak gangguan. Lebih nyaman & terbiasa menggunakan pena & kertas.
Selain terjangkau, tidak ribet.
2. Gadget dalam bentuk apapun, dipisah (jangan ditempatkan satu ruangan)
Apapun modelnya, gadget tetap aja gadget.
Tapi ada pengecualian bagi mereka yang sudah terbiasa menulis lewat hape/laptop/komputer/pda atau gadget apapun. Fine-fine aja.
3. Dedikasi Menulis dengan waktu yang sudah ditentukan
Merujuk pada free writing. Yakni mendedikasikan atau berkomitmen untuk tetap menulis, —atau setidaknya bertahan (baca: fokus) menulis selama waktu yang sudah ditentukan.
Model ini nyata aku lakukan, meskipun kendala banyak (bahkan nyaris tidak menghasilkan apa-apa selain mengawang fokus) tetapi al hasil dapat terbayang proyeksi ide yang nanti akan ditulis.
4. Fokus dan berusaha tidak meniru orang lain
Ini cakupannya untuk free writing sih.
Fokus pada tujuan dan tidak memerdulikan orang lain atau bahkan meniru. Jadi diri sendiri (anjay), aku harus menjadi diri sendiri, mengembangkan skill/keterampilan sesuai dengan bakat dan talenta tanpa melihat kaca spion.
Karena terlalu banyak noleh belakang, jadinya proyek nggak jalan dan ide terbengkalai —anjay.
Panjang banget! 7 menitan. Artikel ini aku buat selama 2 hari. Ditulis lewat google keep-obsidian-discord-blogger. Mengalami filtrasi selama 3 kali, siapa tahu ada kosa-kata yang tidak sesuai atau kurang pas dibaca hehe.
Hubungi aku:
Twitter (@cdq__)
Discord (Ravelfilecdq#5293)
Dukung aku melalui trakteer.
0 komentar:
Posting Komentar