Beberapa hari yang lalu, ada kuliah tamu yang dihadiri banyak pemateri dan memberikan penjelasan penuh ilmu. Salah satunya disampaikan oleh dosen favorit saya, pak Thoriq. Beliau mengampu mata kuliah 'Sistem Informasi Perpustakaan' ketika semester 1.
Cara Beliau menjelaskan cenderung mengajak agar kita para mahasiswa melatih atau membiasakan diri untuk menulis, berkarya. Jujur, saya mendapatkan cara yang cukup efektif (walau kadang malas) untuk mengoreksi tulisan yang saya tulis.
Yakni dengan cara 'Membaca ulang dengan suara' Dengan membaca tulisan yang saya tulis pakai suara dan logat sewajarnya, lumrahnya akan kelihatan mana kata yang tidak pas terucap, tidak pantas, atau mungkin malah seperti bertele-tele. Apalagi kalau ini orang yang sudah pandai ber-public speaking, proses ini akan lebih efektif ketika hendak mengecek kembali tulisan yang sudah ditulis. —Agar apa? Ya, kualitas tulisan yang ditulis setidaknya berkualitas karena sudah dicek satu dua sampai berkali-kali.
Yang saya tangkap dari penjelasan beliau, tentang 'The Writing of Essays for Librarians' adalah mulai membiasakan banyak membaca, peka, dan ketika menerapkan atau mengekspresikan tulisannya adalah dengan dasar. —Maksudnya dasar-dasar keilmuwan yang berkaitan. Ini sangat diperlukan untuk kepenulisan yang dimuat dalam koran.
Pak Thoriq sempat menyampaikan, bercerita tentang suka dukanya dalam menulis agar dimuat dalam koran. Berkali-kali, jatuh bangun, menunggu dimuat tidak, sampai akhirnya dimuat dalam media koran. Sangat satisfying sekali, intinya menulis menggunakan dasar dan tidak bertele-tele langsung to the point.
Tapi, kalau tulisannya ini dimuat dalam bentuk blog pribadi contohnya saya ini mengunggah di blog 'iamshidqi' ini itu lingkupnya beda lagi. Tulisan yang diunggah dalam platform privat atau pribadi seperti blogspot atau mungkin cuitan Twitter, cara menulisnya mungkin lebih santai dibandingkan yang dimuat dalam koran. Karena kompetisi dalam menulis mungkin semakin ketat, kalau tulisanmu tidak berkualitas, tidak memiliki sumber yang jelas, atau malah penjelasannya meluber sampai kemana-mana (mengurangi keefektifan tulisan).. ya sudah, skip.
Beda kalau ceritanya tulisan yang diunggah di blog pribadi.
Membiasakan untuk menulis, entah itu menulis essay atau apalah itu. Yang penting membiasakan menulis, untungnya saya mengenal metode menulis bebas 'Free Writing' dari buku 'Merdeka dalam Menulis!' yang merupakan terjemahan dari 'Writing without Teachers' ditulis oleh Peter Elbow. Isinya luar biasa, menyadarkan serta menyemangati teman-teman yang 'susah menulis' atau ketika ada kemauan menulis essay malah jadinya nge-blank.
Peter Elbow dalam bukunya, memaparkan metode menulis bebas untuk memudahkan kita-kita yang jarang nulis (membuat tulisan kalau memang dipaksa ada tugas) tapi ketika ada kemauan nulis, bingung mau nulis apa. —Free writing jawabannya.
Kembali lagi ke tulisan essay yang benar-benar essay.
Lumrahnya, maksudku seringnya saya menulis di blog pribadi ini 'iamshidqi' berbasis tulisan bebas yang kadang tidak beraturan sampai akhirnya penjelasan meluber ke mana-mana, atau malah singkat bukan main. Karena apa? Antara kehilangan ide, atau pikiran yang travel sampai ke nama-mana. Jadi menurutku, tulisan atau postingan tersebut tidak bisa dijadikan dasar. Karena, itu tulisan bebas yang tercurahkan atas pikiran yang sumpek dan ingin mendapat curhat wal pencerahan.
—Nggak, maksudnya tulisan yang acak nan abstrak. Sumbernya bahkan murni dari hati, berarti postingan yang berlabel 'Free Writing' dibuat dengan hati dong wkwk.
Essay lumrahnya ada sumber yang jelas, gagasan yang ada sumbernya. Sehingga kalau dijadikan dasar, so pasti bisa. Karena apa? Sumbernya jelas Bre. Beda kayak postingan w yang kadang amburadul, tulis modal pakai nafsu yang menggebu-gebu anjay mabar.
Banyak sekali essay yang dimuat di beberapa platform, khususnya Medium. Saya ambil contoh ini karena banyak sekali tulisan essay mengandung banyak ilmu dengan sumber yang jelas, tertata rapi dengan segala deretan gambar berkualitas. —Meski berbahasa Inggris, dan sedikit dari mereka yang gratis mengaksesnya.
Medium memuat banyak sekali essay dari macam-macam penulis di segala belahan dunia. Banyak dari essay yang tertulis, dan 'payu' atau laku di sana, semuanya mencantumkan sumber yang relevan di zaman sekarang. Sehingga siapapun yang membaca artikel/essay di sini, informasinya masih relevan dan pas kalau dijadikan sumber.
Pak Thoriq mengungkapkan essay yang sebenarnya ya ada sumbernya. Essay banyak berbentuk gagasan yang dicampuri berbagai macam sumber yang diracik disatukan menjadi bumbu yang enak dan bermanfaat dibaca. Ngga pake micin bre. Makanya essay-essay yang berkualitas itu sumbernya berderet-deret.
Sekarang yang jadi pertanyaannya buat saya, "Apakah aku bisa membuat essay yang sebenarnya?" Dengan menggabungkan beberapa sumber, dan menyatukannya dengan gagasan yang terkesan 'gila' dan 'mandiri' ini dalam bentuk essay sehingga bisa dipahami dan dijadikan sumber?
0 komentar:
Posting Komentar