Kamu Berpikir Terlalu Banyak
Pengalaman dalam berteman, saya sangat jarang menemui teman yang secara gamblang menunjukkan jumlah nominal uang yang ada dalam rekening miliknya. Tentu hal tersebut sangat wajar karena jumlah nominal uang juga merupakan suatu hal yang sangat rahasia atau privasi, jangankan teman saja sesama saudara pun belum tentu saling tahu. Sedangkan untuk cerita di entri ini, teman saya menunjukkan jumlah nominal uang yang ada dalam rekening tabungan miliknya. Sebelum kalian membaca, perlu diingat bahwa entri yang saya ketik di sini hanya sebagai media ventilasi layaknya seorang yang mencurahkan atau membuang isi pikiran negatif atau suatu memori yang sebenarnya tidak diinginkan. Tentu dalam cerita yang saya ketik sudah saya bumbuhi seperti modifikasi pembawaan cerita sehingga bisa dibilang cerita yang ada di sini termasuk fiktif semu.
Katakan kamu memiliki teman yang dahulu kamu sering terlibat, bukan karena suatu kepentingan atau tugas namun karena perjalanan pertemanan dan niat murni yang menuntunmu agar tetap berteman mau bagaimanapun kondisinya. Kamu sempat berpikir bahwa pertemanan ini terasa membuang-buang waktu, seolah tidak bermanfaat, bahkan ketika kamu melihat jendela di realitas yang lain orang-orang sepertimu sudah berusaha untuk membuat suatu teknologi atau penemuan yang jauh lebih maju dan makmur. Namun bagaimana dengan kamu? Masih terjerembab pada lingkaran pertemanan, suatu dunia yang tidak bisa disatukan. Kamu adalah seorang penghubung, seperti penerus estafet sinyal wifi ketika jangkauan router tidak sampai di titik tertentu. Kamu secara tidak sadar memposisikan bahwa diri kamu adalah suatu fasilitas yang harus stand-by, siap sedia ketika dibutuhkan, dan harus mengikuti perkembangan zaman. Ibarat di dunia ini, teknologi terus maju dan berkembang, ketika kamu tidak mau berkembang maka kamu akan ditinggalkan, dibuang, dikucilkan.
Ketika kamu memilih sikap tidak mau berkembang, maka kamu dianggap tidak mau berurusan sebagai penghubung atau repeater. Maka kamu akan lepas bebas dari tanggung jawab semu tersebut, suatu tanggung jawab yang sebenarnya kamu tidak bertanggung jawab. Hanya saja kamu merasa mengemban tanggung jawab. Membuang waktu? Ya bisa jadi. Apakah bermanfaat? Tergantung. Kata berkembang dan bermanfaat tidak bisa diartikan dalam satu konteks. Perlu banyak konteks sehingga dapat mengartikan berkembang yang bermanfaat menjadi suatu hal yang menarik dan melegakan hati. Apalagi ketika proses berkembang tersebut memakan waktu yang lama sekali, bilamana tidak bermanfaat? Ya ada kemungkinan mengecewakan. Tetapi sekali lagi, bermanfaat di sini dalam hal apa? Apakah suatu hal yang dianggap bermanfaat tersebut dapat disentuh secara fisik? Jawabannya belum tentu.
Dunia pertemanan itu rumit, ada yang benar-benar memiliki batasan namun ada yang memilih posisi untuk tidak ada batasan sehingga merasa terikat. Tidak hanya terikat dengan satu atau dua orang, melainkan orang dalam jumlah yang bisa jadi lebih banyak atau lebih besar. Kamu berada di posisi yang aneh, posisi yang tidak di satu tempat melainkan di dua tempat tanpa adanya perlindungan. Kemudian di antara dua dunia tersebut kamu akan melihat bagaimana penghuni dari setiap dunia tersebut berkembang, mereka berusaha untuk tetap hidup, eksis, dan ada juga yang memperkaya diri dengan ilmu atau cara yang dikuasai. Naluri mungkin berkata “Mungkin lebih baik dahulu saya tidak berada di tengah jalan, lebih baik menduduki tanah air, dunia di mana tempat saya lahir”, tetapi secara naluri yang lain juga berkata “Bagaimana dengan dunia yang lain, bagaimana dengan orang-orang yang (kamu rasa) bergantung dengan dunia sebelah juga?”. Semua berlalu cepat sampai akhirnya kamu tahu bahwa prasangka yang kamu ada-adakan tersebut tidak semuanya benar atau fakta. Hampir semua prasangka yang kamu sangka peduli baik tersebut tidak semuanya nyata. Perasaan senang, lega, bingung, dan kecewa terhadap diri sendiri bercampur sampai akhirnya kamu bingung mau cerita ke siapa. Kemudian kamu menggunakan kemampuan dalam berfantasi yang digunakan di saat genting, untuk dibuang dalam bentuk suatu literatur yang mungkin mudah dipahami kalau hanya sekedar dibaca.
Kamu berpikir bahwa apa yang kamu lakukan adalah sesuatu yang mulia. Ya, memang mulia tetapi kamu harus ingat bahwa kemuliaan tersebut bukan berarti memberikan manfaat secara material. Kamu harus sadar bahwa kemuliaan tersebut terletak pada diri kamu sendiri. Bagaimana cara kamu tetap kuat, tetap tabah, tetap berjuang untuk memberikan kemanfaatan secara konstan dan terus-menerus. Namun kamu sebagai manusia seharusnya mengenal rasa lelah, mengenal rasa ingin dipedulikan, ingin diperhatikan, atau setidaknya ingin ada tempat untuk membuang. Mungkin istilah membuang terlalu frontal, lebih tepatnya tempat untuk berbagi. Bukan untuk diuji, melainkan untuk menyampaikan cerita. Kamu berusaha untuk kuat agar tetap meluruskan niat, memang berat lagi pula siapa yang bilang semua itu mudah? Mungkin dia belum tahu, atau memang standarnya tinggi. Ya sudah, siapa peduli, yang terpenting kamu tetap berbuat baik.
Kamu duduk sambil melamun, berpikir “apakah lubang milikku terlalu longgar sehingga tidak bisa dikatakan bocor, lebih tepatnya memang jelas-jelas bolong atau lubang yang lebar” terlalu besar sampai-sampai mau dikasih banyak material pun tetap saja jatuh kebawah karena pengaruh gravitasi. Tetapi apakah itu beneran? Apa bukan karena faktor lain, yang kamu sulit sampaikan karena khawatir merusak niat yang dahulu kamu sampaikan dalam hati secara heroik. Berpikir bahwa kamu seorang tokoh utama dalam cerita, yang katanya tokoh utama datang belakangan. Kemudian kamu berpikir lagi, “mungkin lebih baik aku akan menulis tentang anjuran untuk tidak berlagak dan tetap menghadap kedepan tanpa melihat kanan-kiri apalagi belakang”. Semua persepsi negatif menghantui, memori yang tersimpan dalam hippocampus milikmu, memori yang menurutmu berarti tetapi tidak berarti sampai memori yang kamu cintai tetapi tidak bisa kamu alami, semuanya muncul dalam imajinasi. Kamu merasakan sakit di dada, bukan karena penyakit tetapi karena jiwa dan pikiran kamu terlalu memproses terlalu banyak kenangan secara super-cepat dalam waktu yang sangat cepat. Kemudian di akhir kilas balik tersebut, kamu kemudian terhenti dan berfikir, “Apakah aku orang baik?”.