Twitter merupakan media sosial yang dapat mengunggah teks, video, dan gambar dengan jumlah karakter maksimal 280. Twitter rilis pada tahun 2006, pengguna veteran ditandai dengan username empat digit. Sekarang, Twitter mengalami banyak perubahan. Mulai dari wujud ikon, tampilan interaktif website, jumlah total karakter maksimal. Perubahan tersebut semakin intens semenjak globalisasi akan smartphone, yang menjadikan Twitter sebagai media sosial yang paling cepat update dibandingkan yang lain. Hal ini dikarenakan mayoritas manusia di muka bumi menggunakan Twitter sebagai cuitan atas apa yang baru saja terjadi.
// Lagi mengeluh, menulis tweet
// Lagi pusing, menulis tweet
// Habis menelpon bersama ayang 5 jam, menulis tweet
// Ada keributan, ikut nimbrung, tweet
Dulu seingat saya orang-orang menggunakan Twitter untuk memberi kabar akan check-in di suatu tempat, contohnya: Bandara. Namun sekarang berbeda, Twitter digunakan sebagai media untuk sambat, curhat, atau saling support sesama. Namun tidak semua. Ada juga pengguna Twitter yang sekedar membagikan cuitan dari pengguna Twitter lainnya, disebut retweet. Jadi aktivitas warganet Twitter itu relatif, kalau ada yang bilang Twitter tempat sambat mungkin karena dia sering membuka cuitan tentang persambatan sehingga algoritma pencarian Twitter akan terus memberikan feed tweet tentang persambatan. Sebaliknya bila sering mencari tentang gambar atau berita, maka hasil feed tweet-nya juga demikian.
Saya membuat Twitter dua tahun lalu, 2019. Masih ingat betul ketika sedang menjalani ujian praktek madrasah, memori ponsel sedang kosong sebagian. Jadi saya isi untuk mengunduh aplikasi Twitter, sekaligus membuat akun. Sebelumnya saya sudah memiliki akun di Twitter, namun kata sandi-nya lupa. Jadi ya— bikin lagi. Bukan masalah yang besar, karena akun lawas yang lupa sandi tersebut juga tidak pernah digunakan.
Sebelum membuat Twitter, aku sudah memutuskan untuk menggunakannya secara objektif (semoga) meskipun kenyataannya media sosial ini sering digunakan untuk sambat, mengeluh. Sekali lagi, objektif aku membuat Twitter bukan itu, melainkan sebagai media untuk melatih menulis, khususnya dalam hal mengetik. Karena sifatnya micro-blogging, tidak perlu repot-repot menulis panjang atau malah sampai revisi berkali-kali. Tinggal buka hape, tulis kata-kata acak atau ditata sedikit, lalu tweet!.
Jadi awal-awal menggunakan Twitter, aku men-cuit apapun yang dipikirkan. Sebelum mendapatkan materi tentang IDKS (Informasi Dalam Konteks Sosial), kadang-kadang ketika sedang kesal, cuitan berupa umpatan yang disembunyikan dalam bentuk kiasan. Berhubung aku dulu MA jurusan bahasa, pemilihan kata, penentuan prosa, begitu juga rima. Itu hal yang mudah. Kadang.
Selama menggunakan Twitter, aku lebih sering men-cuit dibandingkan me-retweet. Bila pembaca mengecek akun Twitter-ku (@cdq__), mayoritas aku sering men-cuit dibandingkan reply atau retweet. Apa yang aku cuitkan? Relatif random, kadang malah bikin kesimpulan yang ndak tahu dari mana asal idenya. Intinya tidak terstruktur.
Perubahan cara aku men-cuit konstan terjadi semenjak semester 4, yakni setelah aku mendapatkan materi tentang etika dalam ber-medsos. Contohnya etika dalam men-cuit, sampai cara me-reply yang sekiranya tidak ofensif. Diikuti dengan tujuan awal menggunakan Twitter. Yakni untuk melatih diri dalam menulis, menyampaikan berita, atau bercerita dengan batas karakter yang ditentukan. Kalau pun sampai panjang, maka aku harus pintar-pintar mencari kata hubung untuk menggabungkan antara cuit satu dengan lainnya. Biasa disebut thread. Jadi, bisa dikatakan sampai menulis tweet-pun mikir! Ya, mikir dong. Apalagi Twitter termasuk media sosial, yang memungkinkan orang-orang dapat membaca dan mencari jejak digital atas cuitan saya. Sudah wajar dong, aku harus berhati-hati dalam mencuit.
Akun Twitter saya rata-rata berisi log peristiwa, bercerita, atau me-retweet sesuatu yang saya ingin. Semenjak cuitan total mencapai sepuluh ribu, kadang-kadang aku melakukan kilas balik akan cuitanku dulu. Memberi komentar atas cuitan saya yang lebay atau berlebihan dalam memberikan istilah wkwk. Ketawa sendiri melihat alay dalam menuliskan cuitan, sampai sekarang iya. Malah kian parah.
Sekian, hari keenam. Perlahan malas, namun jangan. Terus menulis sampai satu bulan. Berarti walau tidak, tidak-setidaknya menulis tetap. Ketujuh, sepekan tidak lumpuh!
—
Berikut link/situs referensi yang saya gunakan,
0 komentar:
Posting Komentar