Perjalanan
untuk suka menulis dimulai dari MTs (SMP) kelas tiga. Tepatnya adalah fase
ketika aku mencari hobi baru, yang kiranya bisa bermanfaat suatu saat kelak.
Ya, menulis. Perkembangan aku menulis bisa dibilang lamban, jangan menilai dari
seberapa banyak aku menulis setiap hari. Melainkan bagaimana kualitas tulisan
aku dari hari ke hari. Apakah ada perkembangan atau tidak?
Sampai saat
ini aku masih mencari jati diri dalam hal kepenulisan, untuk mencari gaya
menulis yang ‘Aku banget’. Karena tiap kali membaca suatu artikel atau blog,
gaya penulisan mereka sering membuat aku tidak percaya diri a.k.a insecure.
Bagaimana cara mereka merangkum pembahasan untuk disajikan dalam bentuk yang
simpel, padat, tidak bertele-tele, dan dapat menarik audien.
Apalagi
sekarang sudah menjadi pelajar di salah satu perguruan tinggi, cara menulisnya
juga semakin naik lagi. Aku menyebutnya menulis high-end, karena menulis
tidak sekedar menorehkan kata-kata. Melainkan harus dengan dasar yang jelas,
dan… tidak sekedar dikutip atau ditulis apa adanya. Harus memahami betul, dan
jelas apa yang mau ditulis-paparkan. Apa itu? Apalagi kalau bukan kepenulisan
ilmiah.
Topik di
hari ke-17 adalah tempat dan atmosfer dalam menulis. Aku dalam menulis
terkadang sambil mendengarkan musik, mengobrol ringan, atau malah menyendiri di
kamar sampai berjam-jam… dan kanvas Word masih kosong atau sekedar menulis
judul. Kegiatan menulis terkadang membutuhkan konsentrasi, tidak dapat
diganggu-gugat. Bisa dikatakan butuh menyendiri dulu agar imajinasi atau
pemikiran logis bisa muncul.
Berikut beberapa tempat yang pernah aku gunakan untuk menulis. Hasil penilaiannya berbeda-beda. Tergantung situasi, kondisi, serta apa yang sedang ditulis. Selamat membaca!
1. Kamar Kos
Tempat yang
damai, seharusnya. Tingkat privasi harus terjaga umumnya. Aku sering menulis
ketika sedang di kamar, sendiri pastinya. Bahkan post ini, proses menulisnya
juga di kamar kos. Sendirian. Menurutku momen atau situasi paling mendukung
ketika menulis bebas ataupun untuk tugas adalah di kamar kos sendiri. Alasannya
adalah minim distraksi, kecuali dari diri sendiri.
Distraksi
atau gangguan tidak hanya muncul dari teman, orang lain melainkan dari diri
sendiri. Kemauan sendiri yang mungkin reflek, tidak disengaja namun berakhir
buyar kalau keterusan tergoda. Distraksi diri sendiri contohnya adalah browsing
internet. Gangguan untuk browsing internet dengan kedok mencari ide
bisa menjadi gangguan dalam menulis yang berakhir malas dan lupa hendak menulis
apa.
Sebenarnya
distraksi ‘browsing internet’ diartikan secara lebar, tidak hanya
sekedar buka browser saja. Melainkan kegiatan yang intinya berhubungan
dengan internet. Contoh sosial media. Kelihatannya sekedar ‘melihat notifikasi’,
namun keterusan menjadi lihat yang lain hingga akhirnya proses menulis menjadi
terganggu.
Sejauh pengalaman menulis di banyak tempat. Kamar kos adalah tempat paling damai, yang atmosfernya bisa disesuaikan sendiri menurutku. Aku masih ingat, novel arc ke-3 atau 4 proses menulisnya di kamar kos. Sendiri.
2. Lobi, titik berkumpul
Aku
mengambil contoh fakultas kampus. Banyak pelajar perguruan tinggi yang
berlalu-lalang, atau sekedar singgah mengobrol sebentar. Entah mengobrol ketika
berpapasan atau sekedar berbasa-basi belaka. Lobi fakultas menjadi tempat yang
pernah aku coba sebagai eksperimen untuk menulis.
Ya, memang atmosfernya
tidak tenang. Karena ada orang berlalu-lalang. Belum lagi ketika ada teman satu
fakultas menyapa, lalu mengajak untuk mengobrol. Memang distraksinya banyak dan
mau nggak mau harus bijak dalam menanggapi. Namun, tempat lobi seperti itu aku
gunakan untuk menulis rangkuman materi yang disampaikan oleh dosen. Karena
hawa-hawa belajar masih menempel, fresh apalagi setelah mata kuliahnya
kemudian materi yang disampaikan langsung ditulis kembali untuk diringkas dan
dipelajari.
Lobi fakultas adalah tempat yang cocok untuk menulis ringkasan, atau belajar yang mengulas kembali.
3. Kafe
Aku pernah
ke kafe, tetapi tidak setiap hari. Kalau dihitung, sebulan mungkin bisa
dihitung pakai satu tangan. Sebagian orang terkadang perlu pergi ke kafe untuk belajar
dan mengerjakan tugas, sehingga sesampainya di lokasi langsung pesan minum
standar lalu menyalakan laptop dan mata tertuju pada layar, belajar.
Beberapa teman
sempat aku tanyakan. Mengapa. Jawabannya rata-rata relatif sama, “Di Kos nggak
ada semangat untuk belajar, mengerjakan tugas sehingga harus cari suasana yang
mendukung.” —salah satunya di kafe.
Namun untuk aku pribadi, kafe tidak menjadi tempat favorit dalam menulis. Apalagi ke kafe tujuannya untuk menulis, namun ke lokasi bareng sama teman-teman. Pasti ada sekian persentase gangguan secara tidak langsung dalam menulis. Tidak fokus.
4. Bus
Sebagian
orang tidak mampu membuka hape lama-lama ketika sedang perjalanan di bus. Alasannya
bikin pusing, jalan bus tidak selamanya mulus. Pasti berkelok-kelok. Sedangkan
menulis memerlukan perhatian mata untuk standby akan tulisan atau layar
hape/laptop dalam jangka waktu tertentu.
Namun aku
pribadi sesekali memanfaatkan waktu menunggu selama perjalanan ketika pulang
atau berangkat untuk menulis. Pastinya melalui hape, menggunakan aplikasi
tertentu (sudah pernah aku jelaskan, tentang bagaimana aku menulis post di Blog).
Menurutku menulis di bus gangguannya hanya satu. Yakni ketika jalan/medan yang
dilalui bus sednag tidak rata.
Kegiatan
menulis tidak semua harus dilakukan di tempat sepi, ramai, atau estetik.
Tergantung sukanya yang menulis. Apalagi kalau sudah menulis ke-ilmiah-an yang
menyangkut tugas akhir, tidak bisa diganggu gugat. Belum lagi keterbiasaan media
dalam menulis yang mungkin aku ceritakan besok.
Hari ke-17
selesai dengan total 790 kata. Menulis sambil menahan kantuk, karena dari tadi
siang membaca literatur. Selanjutnya aku berencana untuk membahas media yang
aku gunakan untuk menulis, dari masa ke masa. Semoga bisa aku sampaikan dengan
jelas, niat, dan bisa dipahami.
0 komentar:
Posting Komentar