Read-style Pustakawan



Mulai dari membaca biasa, memindai, komparatif atau sintopikal dan semua gaya membaca. Semenjak aku terjun mendalami kuliah ilmu perpustakaan. Secara tidak langsung, aku menemukan gaya baca yang khas, sering aku temui para pustakawan di berbagai pelosok tempat (Kudus, Yogyakarta). Meskipun beragam cara mereka cepat memahaminya, namun sebagian besar menurutku banyak yang mirip. Khususnya ketika mereka ditugaskan untuk meng-klasifikasikan bahan pustaka, seperti buku.

Kegiatan mengkelaskan buku, seperti yang pernah aku post sebelumnya yakni memerlukan fokus dan sadar untuk mengetahui topik pembahasan apakah yang terkandung dalam buku yang sedang di-kelaskan. Umumnya memahami apa yang dibahas/terkandung dalam suatu buku itu perlu membaca sekilas, entah itu halaman acak, sampai akhirnya juga membaca hampir keseluruhan buku untuk memahami ‘apa sih yang dibahas’ dari buku tersebut. Namun seorang pustakawan tidak punya waktu sebanyak itu. Ada banyak bahan pustaka seperti buku yang harus dikelaskan, sedangkan untuk mengkelaskan buku, minimalnya harus tahu secara simpel tentang ‘buku itu membahas tentang apa’. Dalam kondisi seperti itu, menuntut pustakawan (librarian) untuk mengerahkan pikirannya agar dapat menemukan topik apa yang dibahas pada suatu buku dengan cepat.

Dari ilmu perpustakaan, ada banyak cara. Salah satunya seperti menganalisa delapan daerah dari buku. Umumnya, buku memiliki 8 titik/daerah yang sering digunakan para pustakawan untuk mendeteksi dan mendata buku yang bersumber dari 8 titik tersebut. Meskipun pada dasarnya 8 daerah ini tidak menjelaskan isi topik, namun dari mengetahui titik/daerah tersebut setidaknya bisa membantu proses menemukan topik pembahasan.

Delapan daerah yang digunakan dalam proses katalogisasi :

  1. Judul & pertanggung jawaban
  2. Edisi
  3. Data khusus
  4. Penerbit
  5. Deskripsi fisik
  6. Seri
  7. Catatan
  8. ISBN

Setelah delapan daerah atau setidaknya ada 3-4 daerah yang ditemukan (karena sebagian buku ketika dianalisa 8 daerah, jarang yang komplit ada full 8 data daerah tersebut. Kecuali buku baru), maka proses memahami topik yang terkandung pada buku dapat terbantu.



Dari cara mengetahui 8 daerah, topik buku, mengkelaskan dan proses input data buku pada software otomasi perpustakaan. Secara tidak langsung mereka, para pustakawan ataupun calon itu punya style/gaya yang khas dalam proses membaca memindai ala pustakawan. Aku menyadarinya baru-baru ini, karena sebelumnya belum ada sama sekali pengalaman mengolah atau ikut andil/berpartisipasi dalam proses pengolahan bahan pustaka di suatu perpustakaan setempat. Untungnya akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mengolah suatu perpustakaan dan aku menyadari hal ini.

“Fal, ini termasuk buku apa menurutmu?”

“Mana? Coba lihat judulnya.”

(menunjukkan cover buku, judul)

“Hm … bagian belakang?”

(menunjukkan cover belakang, berisi paragraf pendek)

“Coba aku lihat sebentar.”

(mengambil buku, membuka halaman acak sekilas, lalu halaman judul, verso dan daftar isi)

“Ini, 810 kesusastraan menurutku. Karena bahasannya tentang sastra-sastra, bukan langsung to the poin ke cerita.”


Nomor 810 dalam DDC, merupakan nomor kelas ‘Kesusastraan Indonesia’. Sehingga apapun yang berkaitan kesusastraan Indonesia secara global, maka dikelaskan dalam nomor tersebut.

Salah satu konversasi yang terjadi ketika mengkelaskan buku, dan bingung buku itu dimasukkan ke mana? Karena terlalu global. Maka aku mencoba membantunya dan mengecek untuk sekali lagi, buku tersebut dengan cara baca yang unik.

Aku membuka buku dengan cara menyibak kertas acak, membaca halaman sekilas super-cepat kemudian ganti membuka halaman verso dan cover belakang. Itu semua dilakukan untuk mengetahui buku itu membahas apa? Dikelaskan di nomor berapa, dan seterusnya.


Sehingga, aku memiliki persepsi kalau seorang pustakawan ‘mungkin’ melakukan hal ini, sampai berkali-kali atau bahkan ‘lost count’ hanya untuk mengetahui buku ini membahas apa. Bukan karena suka dan ingin membaca, melainkan untuk mengetahui apa sih yang dibahas. Kemudian dikelompokkan kepada mereka yang satu sirkel, maksudku satu pembahasan agar pemustaka mudah menemukan. Seperti klasifikasi nomor 813, pasti isi raknya adalah novel-novel fiksi Indonesia, contohnya Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta, Sang Pemimpi dan seterusnya. Proses klasifikasi ini dilakukan demi pemustaka dapat menggunakan layanan perpustakaan dengan optimal dan efisien.



Sehingga cara baca seorang pustakawan, berbeda dengan pemustaka

Meskipun pada dasarnya sama-sama ingin tahu buku apa sih yang dibahas.

Pemustaka (user) datang ke perpustakaan dengan tujuan untuk mencari informasi yang tertera dalam bahan pustaka. Untuk menemukan informasi yang dicari, maka pemustaka (user) menggunakan layanan katalog seperti OPAC (Online Public Access Catalog) dan menemukan data buku yang hendak dicari, lalu proses pencarian buku secara fisik dimulai. Barulah setelah menemukan buku tersebut, mulai mencari informasi yang dibutuhkan dengan cara membaca memindai.

Adanya kesamaan antara pustakawan (librarian) dan pemustaka (user), sama-sama terikat dengan hal yang disebut ‘informasi’.

Pustakawan → mengolah informasi

Pemustaka → mencari informasi

Sama-sama menggunakan teknik membaca memindai atau sintopikal. Namun, dua variabel ini berbeda.

Pustakawan → memindai dan membandingkan, untuk mengelompokkan informasi agar sesuai

Pemustaka → memindai dan membandingkan, untuk menemukan informasi agar sesuai

Seorang pustakawan umumnya membaca banyak bahan pustaka secara sekilas, untuk menemukan inti pembahasan dari buku tersebut, kemudian ganti bahan pustaka lainnya untuk lanjut dikelaskan di nomor klasifikasi yang mana. Sehingga cara baca pustakawan yang kalau dilihat sekilas, “Wah gila, itu buku berarti kamu tahu isinya?” Kalau yang ditanya Aku, maka jawabannya adalah,


“Ya, tahu intinya doang. Itu buku bahas apa. Sudah itu aja.”


Karena pustakawan tidak punya waktu untuk itu (membaca keseluruhan buku sampai benar-benar paham & akurat). Sedangkan masih banyak buku yang harus dikelaskan, kecuali kalau kondisi perpustakaannya sudah siap pakai dan beroperasi, tidak dalam kondisi on maintenance. Tiap pustakawan pasti punya cara yang unik sendiri dalam memahami kandungan isi buku sekilas dengan cepat dan cukup akurat. Kompetensi cara membaca cepat akurat untuk kepentingan komparatif, sebuah metode yang pernah aku baca dari bukunya Mortimer J. Adler berjudul How to Read a Book, rupanya bermanfaat ketika diterapkan dalam proses mengklasifikasi bahan pustaka. Ada banyak cara membaca sehingga dapat meresapi betul-betul tentang materi/kandungan dalam suatu buku tersebut. Bahkan seingatku ada cara membaca sekilas untuk mengetahui isi buku tersebut tanpa harus membuka segel buku. Sehingga ketika hendak membeli buku, maka dapat memilih buku yang benar-benar sesuai dan pas yang diinginkan.

Metode-metode tersebut semasa MA (SMA) itu rasanya useless, belum terpakai karena mayoritas pembelajaran menggunakan kitab beirut atau kuning, sedangkan untuk membaca kitab kuning ada banyak sekali hal yang harus dipersiapkan dan benar-benar matang agar tidak salah paham. Namun ketika aku menempuh jenjang perguruan tinggi, metode seperti membaca memindai, komparatif/sintopikal benar-benar bermanfaat dan dari metode ini, aku menemukan gara membaca yang ‘khas’ dari aku sendiri. Khususnya ketika diterapkan dalam lingkup keperpustakaan, pada proses mendata bahan pustaka sampai meng-kelaskan buku agar sesuai dengan kategori yang bersangkutan dengan kandungan buku tersebut.


Tetapi metode membaca yang super-cepat, komparatif terkadang aku menemukan beberapa kesalahan/miss. Umumnya karena faktor human-error, contohnya seperti kondisi tidak fokus. Sehingga memberikan salah persepsi/paham dan memberikan kesimpulan yang salah dan proses meng-kelaskan buku juga bakal yabai bahaya wkwkw.

Teknik membaca yang aku terapkan belakangan ini, semata-mata untuk kepentingan pengelolaan bahan pustaka. Karena banyak bahan pustaka yang harus di-klasifikasi-kan, maka ruang & waktu jadi kendala. Hampir tidak ada pilihan lain, selain menggunakan metode membaca memindai dan sintopikal untuk menemukan kandungan isi buku, sekaligus data vital buku seperti ISBN, nama pengarang dan tahun terbit.

Post ini tidak akan muncul kalau tidak ada ide, sedangkan gagasan ini muncul karena adanya praktek pengelolaan perpustakaan yang belakangan ini masih work in progress. Karena sepanjang kegiatan mengelola perpustakaan, aku terus kepikiran “Cara baca seorang pustakawan…” Eman kalau tidak dituang-abadikan dalam bentuk paragraf seribu kata wkwk.

Untuk kolaborasi, revisi bisa dilaporkan melalui kolom komentar.




Sumber:

https://blog.ub.ac.id/erlisbudiarti/2013/12/21/8-daerah-pada-katalog/



CONVERSATION

0 komentar: