Notetaker Klasifikasi, 30 Nopember 2020. Melalui whatsapp grup.
Pada
pertemuan yang lalu, sudah dijelaskan dan didiskusikan bersama. Bahwa
menentukan nomor klasifikasi itu, bisa hanya mengambil kelas utamanya saja.
Bisa mengambil kelas divisinya saja, atau rincian yang kedua, atau mengambil
ringkasan yang ketiga atau seksi. Bisa mengambil dalam bagan.
Apabila
dirasa, masih kurang spesifik, maka nomor yang ada dalam bagan itu, bisa
ditambahkan dengan tabel dan juga bisa dengan bagian lain dalam bagan.
Contoh,
ketika ada buku dengan judul “Ilmu Sosial” berarti buku itu, karena subjeknya
ilmu sosial. Subjek dasar, maka kita hanya menggunakan kelas utamanya saja.
Yakni 300.
Jika buku
itu judulnya pengantar ilmu pendidikan, maka kita tidak cukup hanya dengan
kelas ilmu sosial. Meskipun ilmu pendidikan itu bagian dari ilmu sosial. Tapi
ilmu pendidikan tidak bisa dikelaskan pada nomor kelas 300, karena terlampau
umum. Maka dari itu, gunakan divisinya yakni 370.
Jika ada
buku berjudul kurikulum pendidikan. Maka buku itu tidak boleh hanya dikasih nomor
370 tentang pendidikan karena terlampau luas. Terlebih kelas 300 sangat umum
kelasnya. Maka kita turunkan kelasnya menjadi nomor yang lebih spesifik.
Kurikulum pendidikan itu kelasnya 375.
Semisal
dibuat hierarki, 375 itu bagian dari 370 dan 370 bagian dari 300.
Jika ada
buku dengan judul, filsafat dan teori kurikulum pendidikan. Maka buku itu
seyogyanya tidak hanya diberi nomor klasifikasi 375 atau diatasnya 370 atau
diatasnya 300. Karena terlampau umum.
Sebab,
dalam bagan filsafat teori pendidikan tidak didapatkan nomor yang spesifik.
Berarti kita perlu melakukan number building. Caranya dengan menambahkan
nomor tabel. Dalam hal ini tabel 1 atau sub-divisi standar pada nomor
kurikulum.
Mengapa
dalam kurikulum pendidikan, hendak menambah menggunakan tabel 1 harus menambahkan
nol? Kita mendapatkan petunjuk pada kelas nomor 375. Pada divisi asli, 375 itu
sudah dirinci pada nomor yang spesifik bila ada nomor kelasnya.
Artinya
pola penambahan tabel 1 ke kelas 375, itu dengan menggunakan 3 buah nol.
Kasus
seperti ini, tidak selalu dijumpai pada nomor kelas yang lain. Kadang-kadang
ada contoh atau instruksi menggunakan 2 buah nol atau 1 nol. Bahkan ada juga
yang kurang, kurang satu bahkan 2. Semuanya harus dilihat pada nomor yang akan
ditambahkan tabelnya itu pada bagan masing-masing.
Ringkasnya
seperti penambahan tabel satu (sub divisi standar) pada nomor bagan DDC itu,
polanya bisa dibuat 4 kategori.
1.
Penambahan nomor tabel ke nomor bagan, sudah terdaftar dalam bagan. Baik
semuanya maupun sebagian
2. Tidak
terdapat perintah penambahan nomor tabel pada bagan, instruksi, contohnya
3. Ada
instruksi atau perintah menggunakan 2 buah nol, ada instruksi untuk menggunakan
3 buah nol
Maka dari
itu, kalian harus hati-hati dalam menambahkan tabel 1 atau sub-divisi standar
pada nomor bagan. Prinsip yang harus diperhatikan,
1. Tabel
satu/sub divisi standar tidak pernah digunakan sendirian. Jadi nomor kelasnya
tidak bisa -03 -01 itu tidak boleh. Tapi hanya bersama-sama, dilampirkan dengan
nomor yang satu paket dengan bagan.
2. Pada
saat menambahkan tabel satu atau sub divisi standar, pada nomor bagan itu harus
selalu melihat atau memperhatikan. Apakah ada instruksi khusus akan dikerjakan
pada bagan itu atau tidak, menambahkan begitu saja tanpa adanya instruksi..
tidak boleh berdasarkan contoh nomor kelas yang lain.
Misal,
kamus filsafat. Itu sudah terdaftar dalam bagan. Yakni 103 asalnya dari 100
ditambah -03.1. Kasus seperti ini tidak bisa diterapkan begitu saja, misal kita
ingin mengolah kamus ilmu perpustakaan.
Nggak boleh
mencontoh model sama dengan klasifikasi kamus filsafat. Itu berbeda.
Selanjutnya,
bagaimana cara menambahkan nomor bagan dari nomor yang ada pada tabel 1?
Yang perlu
diperhatikan adalah, langkahnya..
1. Identifikasi
dulu, subjek dari buku yang kita olah.
2. Kemudian
di judul buku itu, ada tidak.. bagian-bagian yang diwakili oleh sub divisi
standar. Maka dari itu, kita harus tahu secara cepat sub divisi standar itu apa
saja.
Misal ada
buku judulnya ada kata filsafat dan teori. Nah itu pasti ada tabel 1-nya.
Ada buku
yang judulnya ada kaitannya dengan ilustrasi, model, miniatur, direktori,
kamus, ensiklpedi, majalah, terbitan berseri, organisasi dan manajemen,
pendidikan, riset, dan topik-topik yang berhubungan dengan subjek tertentu,
sejarah yang berkaitan dengan orang, pernyataan geografis. Itu semua adalah
hal-hal yang seperti ini, harus cepat ditanggap bahwa itu adalah hal-hal yang
menunjukkan adanya tabel satu.
3. Notasi
atau nomor klasifikasi yang diinginkan, diperlukan pada sub divisi standar. Itu
kita dapatkan baik menggunakan tabel 1 langsung atau melalui indeks relatif.
Kita juga
harus mendapatkan terlebih dahulu, subjek dan nomor yang akan kita gunakan dari
subjek buku itu. Baik dari relatif indeks maupun dari bagan. Jadi baik nomor
bagan atau nomor tabel harus kita dapatkan.
4. Kita
harus mengecek, pada bagan dari nomor yang kita lihat itu, untuk mengetahui
apakah di sana.. ada instuksi atau tidak? tentang penggunaan tabel 1 atau sub-divisi
standar. Dari situ bisa kita gunakan 4 prinsip diatas.
5.
Tambahkan nomor tabel satu, yang sedang diidentifikasi itu pada nomor bagan.
Sesuai dengan cara/model penambahan pada tabel 1.
6. Cek
sekali lagi pada bagan, untuk meyakinkan. Untuk menjamin, bahwa tidak ada
konflik. Tidak ada bentrokan pada saat kita menambahkan nomor tabel satu dengan
nomor yang memang sudah terdaftar dalam bagan.
Contoh,
jika ada buku berjudul “Ensiklopedi of International Law” kita bisa melihat,
subjeknya international law kemudian dari situ juga ada tabel 1 ensiklopedi.
Maka kita
lihat dari bagan, kita cari dua-duanya. Baik melalui relatif indeks atau langsung
pada bagan semisal sudah tahu tempatnya. Dari sana ada law of nation dengan
kelas 341, ensiklopedi di tabel 1 kelasnya -03.
Lalu
ditambahkan 341+(-03) lalu kita cek pada bagan 341. Ternyata di sana tidak ada
perintah atau instruksi. Maka kita tambahkan saja menjadi 341.03
Penulisan
titik pada DDC itu diletakkan hanya setelah digit yang ketiga.
0 komentar:
Posting Komentar