Review Novel "Laut Bercerita"


Terakhir kali aku menulis tentang review buku kayaknya sudah lama. Ya pertanda yang punya blog kecil-kecilan ini malas membaca, padahal sudah menuju semester tua, mau magang mana lagi sebagai pustakawan (pekerjaan yang memerlukan pengetahuan literasi yang tinggi) tetapi dia masih saja malas membaca. Maka dari itu, Alhamdulillah saya sepekan yang lalu tergerak kembali untuk membeli buku. Untungnya kuliah di Yogyakarta, banyak toko buku yang menjual buku-buku berkualitas, bermartabat, dan harga yang bersahabat. Ya pokoknya banyak toko buku yang tersebar di Yogya, tetapi kenapa saya malah telat baru sekarang meng-explorenya? Kembali lagi pada tag postingan ini dengan tanda ‘review’ berarti isi dari post ini adalah ulasan, komentar, kritikan, atau pujian terhadap sesuatu yang saya alami namun dalam hal ini adalah literatur.




Buku novel berjudul “Laut Bercerita” merupakan novel yang ditulis oleh Leila S. Chudori. Kalau ditinjau dari biografi di bagian akhir bukunya, beliau merupakan penulis kondang yang sudah menorehkan banyak karya semenjak berusia 12 tahun. Lo bayangkan, usia segitu sudah menulis buku. Yha usia segitu w masih main-main laptop nge-game GTA San Andreas. Melalui bakatnya dalam menulis, beliau ini sudah menuliskan banyak cerpen yang dimuat di berbagai media sampai ada yang diterjemahkan ke bahasa Jerman. Pada intinya penulis novel “Laut Bercerita” memang dasarnya sudah kondang banget, banyak karyanya yang diakui masyarakat Indonesia sehingga tidak heran kalau buku ini dipampang dalam rak “Best Seller” di Gramedia Yogyakarta.

Awal mula, kok bisa ada rencana membeli novel “Laut Bercerita”? Bermula dari pusingnya mencari penyelesaian masalah perkuliahan, aku mencoba ingin jalan-jalan sekitaran Yogya. Maklum, orang nolep jarang jalan-jalan. Jangankan jalan-jalan, pengetahuan map sekitaran Yogya aja paling radius 1-2 KM areal UIN. Kebetulan lagi puyeng-puyengnya, cari tempat untuk menyegarkan pikiran yha udah, jalan-jalan aja. Naik Trans Jogja pastinya. Sebenarnya melalui bus Trans Jogja, seseorang bisa ke mana-mana tetapi pada dasar tabiat orang ini memang malas untuk jalan ke mana-mana jadi kurang memanfaatkan fasilitas bus angkot yang disediakan oleh pemerintahan Yogyakarta.

Ditemani temen, jalan-jalan. Tempat pertama yang disinggahi adalah toko Gramedia Yogyakarta di jalan Jenderal Sudirman, daerah Kotabaru. Kalau dari UIN sebenarnya tinggal jalan lurus terus di jl. Solo tetapi jaraknya bisa tembus sekitar 2 KM. Lumayan betul kalau jalan kaki, untung bus Trans Jogja melewati jalur tersebut jadi ya langsung naik. Nah dari tempat singgah pertama (jalan-jalan) itu lah tiba-tiba ada keinginan membeli buku yang kebetulan saya tertarik pada buku novel dengan cover biru laut, terumbu karang, dan ikan-ikan.


Sekali lagi, aku membeli novel “Laut Bercerita” hal yang membuat tertarik untuk membeli adalah Aku mengira novel tersebut akan berisi cerita tentang fantasi fabel yang berisi pesan moral, hanya saja dikemas dalam bentuk novel porsi remaja-dewasa dengan cerita yang kompleks & panjang. Tetapi kenyataannya tidak! Damn, aku diajari cara mengenal buku tersebut tentang apa, setelah aku praktikkan ternyata perkiraanku meleset. Ah sudahlah, yang penting tetep dibaca. Novel “Laut Bercerita” menceritakan tentang bagaimana perjuangan sekelompok mahasiswa aktivis dengan setting latar & waktu ketika Indonesia masih dalam pemerintahan Orde Baru. Berbeda dengan Novel “Rindu” karya Tere Liye yang mengambil latar Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda, kalau yang ini (novel “Laut Bercerita”) kondisi Indonesia sudah merdeka namun pemerintahan yang diktatorial kemudian sekelompok mahasiswa aktivis berusaha untuk mengubahnya.

Cara penggambaran yang diceritakan oleh penulis, menurutku benar-benar hebat. Kalau kalian pembaca yang teliti, bisa menebak alur endingnya bagaimana, maka di awal cerita langsung dikasih tahu ending dari cerita tersebut. Kemudian baru bab pertama seolah menceritakan kembali apa yang dialami oleh sang tokoh tersebut. Jadi bisa dikatakan penulis menggunakan alur mundur atau flashback, adalah di awal cerita langsung disuguhi konflik-penyelesaian lalu sang tokoh atau narator (dalam cerita) kemudian menceritakan apa saja yang dialami sang tokoh sampai kenapa kok bisa begitu. Dengan kata lain, pembaca langsung bisa menebak “Oh berarti tokoh ini, atau itu nasibnya begini-begitu…” Hanya saja pengarang menceritakan tersebut secara perlahan di tiap bab dan alurnya.


Berbeda dengan gaya penulisan penulis lain, seperti Habiburrahaman El Shirazy misalnya. Beliau dalam karya novelnya (yang pernah saya baca, Api Tauhid) yang menggunakan cara pengemasan cerita yang digabungkan dengan sejarah sehingga pembaca seolah ‘diceritakan’ dari sang tokoh kemudian tokoh tersebut belajar dari ‘cerita sejarah’ yang disampaikan ‘tokoh lain’. Leila S. Chudori dalam karya novel “Laut Bercerita” menggunakan gaya alur mundur, sang tokoh menjadi narator utama menceritakan apa saja yang dialaminya sehingga berujung nasib seperti itu. Jadi melalui penokohannya, pembaca secara perlahan akan mengenal oh ini yang namanya Anjani, jadi Asmara itu adiknya dan seterusnya. Jujur ketika awal membaca, aku sempat mengira si tokoh utama Laut adalah wanita. Entah karena aku kurang jeli dalam membaca, aku tidak mengetahui secara fisik bagaimana Laut digambarkan. Tokoh yang digambarkan pendiam, pandai memasak, sulit memulai obrolan… aku sempat mengira tokoh Laut ini adalah wanita. Ternyata laki-laki, setelah tahu tokoh lain (seperti Sunu, Tama) menjodoh-jodohkan si Laut ini dengan Anjani.




Sekali lagi, aku memberikan penilaian bintang lima untuk novel ini dalam hal penokohan tiap tokoh. Penulis bener-bener memberikan penggambaran yang komplit dan jelas, tentunya menggunakan bahasa yang mudah dipahami, dan dibayangkan sehingga dari pengalaman aku membaca dapat memberikan penggambaran tokoh Laut itu seperti ini, Alex rupa wajahnya seperti seorang pemuda solor, dan seterusnya. Kemungkinan besar aku belajar banyak sekali gaya penulisan dalam memberikan gambaran tokoh melalui tulisan. Sedangkan dari segi alur, novel ini menggunakan gaya penulisan alur mundur seperti yang sudah aku jelaskan tadi. Berarti semua nasib dari semua tokoh sebenarnya sudah terungkap dari awal cerita, tetapi pembaca yang masih belia dalam mengenal cerita mungkin belum sadar betul kalau tokoh (misalnya Anjani) merupakan kekasihnya sang lakon utama, kemudian Asmara merupakan adik kandung dari sang lakon utama, dan seterusnya. Di awal-awal cerita, sang lakon sering menyebut nama-nama tokoh lain yang sebenarnya mereka berperan penting dalam cerita ini. Namun karena pembawaan alurnya mundur (flashback) maka pembaca akan mengenal mereka secara perlahan, melalui cerita dan penjelasan dari sang tokoh utama tersebut. Maka dari itu, tidak heran kalau novel ini berjudul “Laut Bercerita” karena secara gamblang seolah si tokoh yang bernama Laut ini memang menceritakan kisahnya kepada kita semua sebagai pembaca.


Walau terhitung terlambat, novel “Laut Bercerita” dirilis pada tahun 2017 sedangkan aku baru mulai membacanya tahun ini. Bukan masalah yang besar sih, tetapi kudet rasanya novel sebagus ini baru dibaca tahun ini. Ya semoga kedepannya bisa tambah semangat membaca, dan terus nambah koleksi cerita yang sudah dibaca untuk diambil hikmahnya.

CONVERSATION

0 komentar: