Cerita Fobia Rumah Sakit, Dulu (Day 9)


Ketika saya masih duduk di bangku SD ada ketakutan tanpa sebab kala melihat orang sakit. Nyaris dalam bentuk apapun, apalagi kalau ke rumah sakit. Rasanya ada hawa ketakutan yang teramat sangat, dan tidak dapat dijelaskan alasan kenapa. Jadi ketika ada kerabat yang sedang sakit di rumah sakit, kemudian keluarga hendak menjenguk, aku paling nanti-nanti atau bahkan lari-lari untuk menghindar. Bukan berarti tidak suka menengok orang sakit, ketakutan tersebut lebih tepatnya terhadap alat-alat rumah sakitnya.

Pasien yang dirawat inap kebanyakan diinfus atau dipasang alat-alat tertentu sesuai dengan penyakit yang sedang diderita. Ketakutan tersebut tertuju pada pengoperasian alat rumah sakit, seperti infus, selang-selang dan semacamnya. Terlebih kalau pasiennya dipasang alat untuk mendeteksi detak jantung, waduh rasanya mau lari saja. Ibarat mau mengatakan, “Aku disuruh apa saja tidak apa-apa, kecuali hal tersebut!”. Ketakutan tersebut terus merambah parah sampai kelas 9 MTs. Ya bisa dibilang saya dulu fobia akan rumah sakit. Bila ditanya lebih spesifik, maka fobia-nya menjurus ke alat-alat rumah sakit tersebut.

Saya masih ingat betul, ketika keluarga sedang menonton televisi, lalu tiba-tiba melihat ada adegan yang menyorot orang sakit dengan alat-alat seperti selang pembantu pernapasan, penutup mulut, sampai pendeteksi detak jantung —wah langsung lari, mencari tempat yang sekiranya tidak melihat tayangan tersebut. Tambahan, ketakutan tersebut tidak terkecuali. Termasuk juga kartun, meskipun pada dasarnya tayangan tersebut hanyalah animasi belaka. Namun ketakutan akan barang tersebut tidak tertahankan. Kalau diceritakan ulang membuat satu keluarga tertawa melihat tingkah masa kecil yang unik-aneh ini.




Salah satunya adalah Spongebob. Merupakan tayangan kartun anak-anak yang masterpiece di zamannya. Sebelum smartphone menyerang. Mayoritas anak-anak kelahiran tahun 1999-2004, semuanya tahu kartun dengan wujud spons kotak berwarna kuning dengan tingkahnya yang zaman itu sudah membuat banyak anak tertawa. Namun perlu diketahui bahwa salah satu episode dalam Spongebob berhasil membuatku ketakutan walau pada kenyataannya hanya kartun. Yakni episode yang menceritakan tentang patahnya spatula milik Spongebob.

Namanya takut, tetapi ingin menonton. Konyol sekali. Jadi tetap menonton episodenya (karena dulu aku memang suka serial kartun Spongebob), namun pas adegan yang sudah menjurus pada sakit-sakitan atau ada suara-suara khas alat rumah sakit maka aku menghindar menjauh dari televisi. Dengan tujuan tidak melihat adegan/scene tersebut. Kemudian kiranya adegan ‘sakit-sakitan’ tersebut selesai, baru berani melanjutkan menonton televisi. Kok bisa tahu, kapan selesai adegannya? Ya, episode Spongebob zaman itu kadang sering diulang, jadi sampai hafal plot-alur ceritanya. Kartun aja ketakutan, apalagi yang nyata?


Singkat cerita, pada akhirnya ketakutan atau fobia tersebut bisa teratasi. Anehnya rasa ketakutan tersebut kian memudar bahkan hilang sama sekali, sadarnya ketika Bapak/Ibu bilang “Sekarang sudah ndak takut rumah sakit lagi?” Wah iya, rasa ketakutan tersebut sudah memudar sewajarnya. Kok bisa? Mungkin karena banyak faktor. Salah satunya melalui internet.



Internet diibaratkan gunung es. Bila dilihat kasat mata seperti gundukan es kecil. Namun ketika dilihat dari dalam laut, bagian yang tenggelam menjulur panjang masuk ke palung dalam. Sama halnya dengan Internet. Bila dilihat dari luar seperti “Internet biasa. Buka Facebook, browsing Google, atau YouTube-an.”, namun kalau dilihat dari sudut pandang yang lain bisa multi-tafsir. Relatif, tergantung yang memakai. Bisa menjadi gelap atau terang. Tetapi bukan berarti aku menggunakan internet cenderung ke sisi yang gelap.

Bila pembaca sering menjadi ‘penyelam’ di lautan Internet, pasti mengetahui bahwa konten, data, informasi yang ada dalam internet seperti sebuah kejutan (surprise). Tidak dapat diperkirakan, ataupun dibayangkan. Bahkan bisa jadi nggak logis, sesuatu yang harusnya 1 + 1 = 2 namun di Internet 1 + 1 hasilnya bisa menjadi 4. Penjelasan ‘nggak logis’ ini meliputi informasi yang tidak valid, dicampuri sesuatu sehingga nampak gurih di judul namun perih kenyataannya. Bahaya akan meledaknya informasi melalui Internet akan aku jelaskan kapan-kapan.

Dari browsing, pernah sesekali mendapatkan kejutan, berupa link jebakan yang berisi gambar menakutkan atau ‘aneh’. Tidak sekali atau dua kali, melainkan sering. Karena umur masih anak baru MTs, belum peka/sadar akan situs-situs yang menjebak dan sebagainya. Tetapi hebatnya pada zaman itu, situs jebakan bukan berarti mencuri informasi atau data vital dari pengunjung yang ter-bait. Melainkan diberi kejutan berupa gambar menakutkan, atau lukisan yang aneh, bahkan sesuatu yang mengganggu (distrubing). Plus jangan lupakan dengan virus program yang dipasang dalam situsnya. Membuat pengunjung tidak dapat keluar atau bahkan parahnya tidak dapat melakukan apapun. Haduh malah keingat lagi.

 


Jadi dari browsing internet itulah, toleransi rasa ketakutan jadi meningkat. Porsi rasa ‘takut’ akan sesuatu menjadi naik level. Karena internet menyajikan konten yang mungkin lebih ekstrim, dan sebagian bersifat jebakan kejutan (ya kalau sekarang situs jebakan menjurus ke phising). Tahu-tahu ketika sedang melihat berita di smartphone, lalu mendapati gambar thumbnail orang sakit dengan alat-alat dipasang bejibun banyak —tidak ada rasa ngeri atau takut. Malah aku baca beritanya, tentang sakit apa, dan penyebab atau antisipasinya.

Cukup pemaparannya, kalau aku jelaskan semakin dalam bikin teringat ‘flashback’ kembali. Bukan ke fobia rumah sakitnya. Melainkan ingatan gambar menakutan atau disturbing yang pernah secara sengaja dipasang di situs dengan program javascript yang melawan perintah close tab

 

// Catatan pengalaman tantangan menulis 30 hari

Hari kesembilan. Makin hari, ide makin timbul tenggelam. Iya, iya ada idenya namun ketika mau ditulis —baru aja dua paragraf sudah blank. Aku menetapkan anjuran dalam menulis di tantangan ini adalah minimal 500 kata, atau lebih kalau bisa. Setidaknya kalau ditulis di Word, maka lebih dari satu halaman. Semoga masih sempat menulis walau sok sibuk. Kemarin di hari kedelapan (#8) hampir lupa, untungnya masih sempat. Kelihatan sekali kepenulisan di hari kedelapan menurutku rusak.

Hari kesepuluh, cerita menyeluruh. Terima kasih!

 

CONVERSATION

0 komentar: