Ketika saya masih duduk di bangku SD ada ketakutan tanpa sebab kala melihat orang sakit. Nyaris dalam bentuk apapun, apalagi kalau ke rumah sakit. Rasanya ada hawa ketakutan yang teramat sangat, dan tidak dapat dijelaskan alasan kenapa. Jadi ketika ada kerabat yang sedang sakit di rumah sakit, kemudian keluarga hendak menjenguk, aku paling nanti-nanti atau bahkan lari-lari untuk menghindar. Bukan berarti tidak suka menengok orang sakit, ketakutan tersebut lebih tepatnya terhadap alat-alat rumah sakitnya.
Pasien yang
dirawat inap kebanyakan diinfus atau dipasang alat-alat tertentu sesuai dengan
penyakit yang sedang diderita. Ketakutan tersebut tertuju pada pengoperasian
alat rumah sakit, seperti infus, selang-selang dan semacamnya. Terlebih kalau
pasiennya dipasang alat untuk mendeteksi detak jantung, waduh rasanya mau lari
saja. Ibarat mau mengatakan, “Aku disuruh apa saja tidak apa-apa, kecuali hal
tersebut!”. Ketakutan tersebut terus merambah parah sampai kelas 9 MTs. Ya bisa
dibilang saya dulu fobia akan rumah sakit. Bila ditanya lebih spesifik,
maka fobia-nya menjurus ke alat-alat rumah sakit tersebut.
Saya masih
ingat betul, ketika keluarga sedang menonton televisi, lalu tiba-tiba melihat
ada adegan yang menyorot orang sakit dengan alat-alat seperti selang pembantu
pernapasan, penutup mulut, sampai pendeteksi detak jantung —wah langsung lari,
mencari tempat yang sekiranya tidak melihat tayangan tersebut. Tambahan,
ketakutan tersebut tidak terkecuali. Termasuk juga kartun, meskipun pada
dasarnya tayangan tersebut hanyalah animasi belaka. Namun ketakutan akan barang
tersebut tidak tertahankan. Kalau diceritakan ulang membuat satu keluarga
tertawa melihat tingkah masa kecil yang unik-aneh ini.
Salah
satunya adalah Spongebob. Merupakan tayangan kartun anak-anak yang masterpiece
di zamannya. Sebelum smartphone menyerang. Mayoritas anak-anak kelahiran
tahun 1999-2004, semuanya tahu kartun dengan wujud spons kotak berwarna kuning
dengan tingkahnya yang zaman itu sudah membuat banyak anak tertawa. Namun perlu
diketahui bahwa salah satu episode dalam Spongebob berhasil membuatku
ketakutan walau pada kenyataannya hanya kartun. Yakni episode yang menceritakan
tentang patahnya spatula milik Spongebob.
Namanya
takut, tetapi ingin menonton. Konyol sekali. Jadi tetap menonton episodenya
(karena dulu aku memang suka serial kartun Spongebob), namun pas adegan
yang sudah menjurus pada sakit-sakitan atau ada suara-suara khas alat rumah
sakit maka aku menghindar menjauh dari televisi. Dengan tujuan tidak melihat
adegan/scene tersebut. Kemudian kiranya adegan ‘sakit-sakitan’ tersebut
selesai, baru berani melanjutkan menonton televisi. Kok bisa tahu, kapan
selesai adegannya? Ya, episode Spongebob zaman itu kadang sering
diulang, jadi sampai hafal plot-alur ceritanya. Kartun aja ketakutan, apalagi
yang nyata?
Singkat
cerita, pada akhirnya ketakutan atau fobia tersebut bisa teratasi. Anehnya
rasa ketakutan tersebut kian memudar bahkan hilang sama sekali, sadarnya ketika
Bapak/Ibu bilang “Sekarang sudah ndak takut rumah sakit lagi?” Wah iya, rasa
ketakutan tersebut sudah memudar sewajarnya. Kok bisa? Mungkin karena banyak
faktor. Salah satunya melalui internet.
Internet diibaratkan
gunung es. Bila dilihat kasat mata seperti gundukan es kecil. Namun ketika
dilihat dari dalam laut, bagian yang tenggelam menjulur panjang masuk ke palung
dalam. Sama halnya dengan Internet. Bila dilihat dari luar seperti “Internet
biasa. Buka Facebook, browsing Google, atau YouTube-an.”, namun kalau dilihat
dari sudut pandang yang lain bisa multi-tafsir. Relatif, tergantung yang
memakai. Bisa menjadi gelap atau terang. Tetapi bukan berarti aku menggunakan
internet cenderung ke sisi yang gelap.
Bila
pembaca sering menjadi ‘penyelam’ di lautan Internet, pasti mengetahui bahwa
konten, data, informasi yang ada dalam internet seperti sebuah kejutan (surprise).
Tidak dapat diperkirakan, ataupun dibayangkan. Bahkan bisa jadi nggak logis,
sesuatu yang harusnya 1 + 1 = 2 namun di Internet 1 + 1 hasilnya bisa menjadi
4. Penjelasan ‘nggak logis’ ini meliputi informasi yang tidak valid, dicampuri
sesuatu sehingga nampak gurih di judul namun perih kenyataannya. Bahaya akan meledaknya
informasi melalui Internet akan aku jelaskan kapan-kapan.
Dari browsing,
pernah sesekali mendapatkan kejutan, berupa link jebakan yang berisi gambar
menakutkan atau ‘aneh’. Tidak sekali atau dua kali, melainkan sering. Karena
umur masih anak baru MTs, belum peka/sadar akan situs-situs yang menjebak dan
sebagainya. Tetapi hebatnya pada zaman itu, situs jebakan bukan berarti mencuri
informasi atau data vital dari pengunjung yang ter-bait. Melainkan
diberi kejutan berupa gambar menakutkan, atau lukisan yang aneh, bahkan sesuatu
yang mengganggu (distrubing). Plus jangan lupakan dengan virus program
yang dipasang dalam situsnya. Membuat pengunjung tidak dapat keluar atau bahkan
parahnya tidak dapat melakukan apapun. Haduh malah keingat lagi.
Jadi dari browsing
internet itulah, toleransi rasa ketakutan jadi meningkat. Porsi rasa ‘takut’
akan sesuatu menjadi naik level. Karena internet menyajikan konten yang mungkin
lebih ekstrim, dan sebagian bersifat jebakan kejutan (ya kalau sekarang situs
jebakan menjurus ke phising). Tahu-tahu ketika sedang melihat berita di smartphone,
lalu mendapati gambar thumbnail orang sakit dengan alat-alat dipasang
bejibun banyak —tidak ada rasa ngeri atau takut. Malah aku baca beritanya,
tentang sakit apa, dan penyebab atau antisipasinya.
Cukup pemaparannya,
kalau aku jelaskan semakin dalam bikin teringat ‘flashback’ kembali.
Bukan ke fobia rumah sakitnya. Melainkan ingatan gambar menakutan atau disturbing
yang pernah secara sengaja dipasang di situs dengan program javascript
yang melawan perintah close tab
// Catatan
pengalaman tantangan menulis 30 hari
Hari
kesembilan. Makin hari, ide makin timbul tenggelam. Iya, iya ada idenya namun
ketika mau ditulis —baru aja dua paragraf sudah blank. Aku menetapkan anjuran
dalam menulis di tantangan ini adalah minimal 500 kata, atau lebih kalau bisa.
Setidaknya kalau ditulis di Word, maka lebih dari satu halaman. Semoga masih
sempat menulis walau sok sibuk. Kemarin di hari kedelapan (#8) hampir lupa,
untungnya masih sempat. Kelihatan sekali kepenulisan di hari kedelapan
menurutku rusak.
Hari
kesepuluh, cerita menyeluruh. Terima kasih!
0 komentar:
Posting Komentar