Bagaimana Cara Aku Menulis Di Blog (Day 11)



Proses menulis terdiri dari beberapa tahap, dilansir dari buku ‘Writing Without Teacher’ karya Peter Elbow menjelaskan bahwa penyampaian tulisan yang bagus melewati beberapa filter sampai paragraf tersebut menjadi ‘matang’, dan bisa dipahami layaknya paragraf dalam tulisan atau buku ekspositori.

Jangankan menulis teks ekspositori, fiksi pun ada pertimbangannya. Mulai dari kejelasan alur/plot, cara penggambaran suasana yang disampaikan via tulisan kata-kata, sampai seni dalam mengolah kata agar kiranya pembaca dapat memahami dan mengalir mengikuti apa yang diceritakan oleh penulis. Beberapa mengatakan kalau menulis fiksi lebih susah dibandingkan ekspositori, dikarenakan fiksi cenderung penuh penggambaran-imajinasi yang nyaris tanpa ada referensi sehingga pembaca harus membayangkan sendiri agar cerita yang ditulis itu sampai.

Ekspositori adalah tulisan yang memiliki kandungan fakta, disajikan dalam bentuk analisa proses sehingga ketepatan informasi atau keterangan suatu peristiwa/fakta/data dapat tersampaikan kepada pembaca. Contohnya seperti buku pelajaran, buku teori —intinya buku yang kalau kita baca, bikin malas, mengantuk, atau bahkan berpikir “Ini buku apaan sih, menjelaskan apa.”. Dari rasa bingung karena tidak paham, membuat tubuh semakin malas atau tidak tertarik untuk meneruskan buku bacaan kecuali karena kepentingan atau benar-benar tertarik akan informasi tersebut.

Kembali lagi ke proses menulis, aku dalam menulis, contohnya di blog ini melewati beberapa tahap proses ‘penggodokan’. Ya, walau tidak semua. Rata-rata melalui proses ini, sehingga tidak jarang blog tidak update selama beberapa hari atau bahkan satu pekan lebih. Proses ‘penggodokan’ ini dilakukan untuk men-seriusi dalam menulis, sehingga memberikan kesan,

“Aku menulis tulisan ini, pasti ada yang baca. Jangan sampai yang baca itu bingung, atau tidak paham.”

Supaya pesan atau informasi yang aku tulis dapat sampai ke pembaca, maka mau tidak mau dalam menulis harus dilakukan proses ‘penggodokan’ atau ‘memasak’.  Berikut beberapa fase yang aku gunakan dalam menulis di blog ini, dalam konteks tulisan ‘yang teratur’ bukan ‘yang tidak teratur’.

 

Pencatatan Ide Apa Adanya


Suatu ketika, masa, keadaan ide dapat muncul. Entah ketika sedang di kos, perjalanan, makan, minum, tidur, bermain game, menulis, ya— kegiatan apapun itu. Namanya juga ide, ketika dipaksa malah nggak keluar, tetapi datangnya bisa sekarang-sekarang. Itulah ide, sehingga kala aku mendapatkan ide maka harus secepatnya ditulis, diikat.

Proses mengikat ‘ide’ aku menggunakan media dalam bentuk apapun, rata-rata melalui ponsel. Karena lebih portabel dan yang pasti sering aku bawa. Dompet boleh lupa, tidak dibawa. Tetapi ponsel jangan. Zaman sekarang pembayaran tidak harus menggunakan cash, melainkan via transfer atau scan kode QR via M-Banking, OVO, Shopee-pay, dan sebagainya. Tiap ponsel (smartphone) pasti ada aplikasi untuk mencatat. Aku menggunakan Google Keep atau Telegram, tidak Whatsapp. Ya suka-suka, antara kedua aplikasi tersebut. Alasannya karena loadingnya cepat, dan tidak bertele-tele.

Ide yang muncul secara abstrak disimpulkan menjadi beberapa poin. Tergantung ide yang keluar, adalah bagaimana caranya agar bisa disampaikan dalam bentuk postingan. Biasanya aku membuat rangkuman apa yang ingin aku sampaikan. Contoh, aku tiba-tiba mendapatkan ide akan ‘Antivirus yang kuat & terpercaya’. Karena penjelasannya bisa memanjang-lebar, aku harus membuatnya simpel

Ide Antivirus Kuat & Terpercaya

Kata kunci Antivirus, Sistem Operasi, Windows, Windef, Smadav, McAfee …

 

Setelah ide ditulis, maka sewaktu-waktu aku lupa, tinggal membaca lagi catatan yang ‘memancing’ akan munculnya ide tersebut.

 

Mencari Landasan Teori


Istilahnya ke-skripsi-an yak wkwk. Karena aku bertujuan membuat postingan dengan pemaparan opini yang valid dan ‘mungkin’ bisa dipertimbangkan, maka setidaknya aku harus memiliki dasar dalam ber-argumen. Oleh karena itu tahap selanjutnya adalah mencari referensi. Bila aku hendak menuliskan post yang bebas atau bersifat ‘santai’ maka tahap ini akan di-skip.

Gaya menulis di blog pribadi tidak seketat seperti karya ilmiah layak skripsi. Ya perihal blog pribadi, aturan dan gaya penulisan terserah yang menulis. Jadi aku menggunakan referensi di internet, situs-situs yang kiranya ‘valid’, kalau sedang niat banget ya browsing jurnal atau artikel ilmiah untuk menunjang statemen-statemen yang aku tulis.

Contoh, ide sudah ada yakni ‘Antivirus Kuat & Terpercaya’. Nantinya pemaparan tulisan pasti menyangkut akan,

  1. Penjelasan atau definisi antivirus dalam lingkup komputer
  2. Bagaimana antivirus bekerja
  3. Mekanisme virus komputer, dan cara pencegahannya
  4. … dan seterusnya.

Ya walau hanya sebatas blog, namun totalitas dalam menulis seperti bikin makalah wkwk. Setelah poin-poin informasi/referensi yang dibutuhkan sudah dibaca dan dipahami maka lanjut ke tahap berikutnya.

 

Mulai Menulis


Sebelumnya hilangkan pikiran, tulisanku bagus nggak ya. Hilangkan! Karena aku menulis di blog-ku sendiri, pribadi. Yang baca saja mungkin bisa dihitung pakai jari, jadi… lepaskanlah! Mengalir! Menulislah sesuai dengan ide yang sudah dibuat! Pada tahap ini, spirit menulis bebas (Free Writing) sangat diperlukan. Karena nihil, walaupun sudah punya bejibun banyak referensi tetapi tidak bisa disampaikan … ya podo wae.

Jumlah karakter/kata untuk postingan blog, aku mematok batasan adalah dua lembar halaman Word. Ya berkisar 500-700 kata, kalau bisa lebih. Namun belakangan ini, pada tantangan menulis 30 hari seringnya 500-700 kata saja. Itupun sudah berjibaku mencari ide wkwk.

Untuk penggunaan media dalam menulis, semenjak semester satu aku mulai belajar membiasakan diri menulis di laptop & ponsel. Berat memang, selama tiga tahun lebih sering menulis menggunakan pena & kertas. Aplikasi yang digunakan relatif, tergantung situasi kondisi.

Word ketika sedang on-time menggunakan laptop

Google Keep ketika sedang di luar jangkauan laptop

Notion biasanya aplikasi untuk filter tahap akhir, tapi pernah aku pakai ketika sedang ingin

Apakah menulisnya sambil mendengarkan lagu? Atau berada di tengah keramaian/kesepian? Relatif, untuk saat ini aku biasa menulis di kamar/kos, tidak ada orang kecuali saya. Sendiri. Sunyi. Namun aku harus membiasakan diri untuk menulis di tengah keramaian. Sedangkan untuk lagu —ya terkadang, tapi lagu bisa menyebabkan pikiran jadi belok karena ikut menikmati nada dari lagu tersebut.

 

Narasi-kan!


Metode ini pernah disampaikan oleh dosen saya, di semester 1 & 5. Berbeda dosen, namun inti yang disampaikan adalah sama yakni tentang teknik kepenulisan. Setelah menulis sekian paragraf, kemudian kiranya cukup maka dianjurkan untuk membaca kembali dengan bersuara. Tujuannya adalah untuk mengetahui penempatan kata yang tidak pas ketika diucap, atau rasanya aneh. Apalagi kalau tulisannya berbahasa Indonesia, kita orang Indonesia sudah terbiasa dengan kalimat-paragraf Indonesia. Ketika diucap pasti terasa pas-tidaknya penempatan kalimat tersebut.

Proses narasi ini termasuk ‘penggodokan’ tulisan, sehingga dari tulisan yang tadi mentah kemudian direbus agar semakin matang dan terus matang. Jadi pembaca tidak merasa aneh, bingung, atau malah tidak tertarik atas tulisan yang ditulis hanya karena tidak bisa dipahami.

 

Tahap selanjutnya akan aku jelaskan di hari kedua belas (12). Agar besok masih ada ide untuk menulis di tantangan 30 hari wkwk.

 

Menulis hari kesebelas dengan total kata mencapai 1000. Wah banyak ya, apakah ini rekor pertama kali? Topik yang dibahas adalah tentang teknik penulisan. Untungnya aku ada beberapa referensi yang masih ingat di memori kepala. Jadi aku bisa menulis apa saja yang masih teringat, dicampuri opini/argumen sesuai dengan pengalaman pribadi dalam pelaksanaan teknik menulis.

Hari kedua belas, penjelasan bebas!

  

Berikut link/referensi yang aku gunakan,

Peter Elbow: Writing Without Teachers

Teks ekspositori – pengertian, ciri, jenis, contoh, unsur, struktur – ApaYangDimaksud.com

CONVERSATION

0 komentar: