Semua Pusing


Bagaimana kabar temen-temen? Atau bagi yang kebetulan mampir datang dari Twitter/Instagram/Facebook atau media sosial lainnya, aku sering menyertakan link blogspotku sekaligus sebagai media promosi hehe.

Sudah satu tahun lebih kita melakukan pembelajaran model daring, menggunakan google classroom, zoom, google meet atau platform yang dukung-mendukung untuk kegiatan belajar mengajar selama diterapkannya pembelajaran daring.

Pusing? So pasti. Bingung? Gimana dung. Rasa ingin menyerah, jangan.


Sama seperti judul, topiknya ini berkaitan dengan pusing-memusing yang dialami semua pihak. Nggak hanya satu pihak yang menjadi korban atau pelaku, tetapi semuanya. Aku menulis ini untuk menyegarkan pikiran, memperbaiki sanity aka kewarasan akan tugas-tugas kuliah yang kadang kalau dipikir logika dengan kondisi saat ini, seperti memaksa dan ingin rasanya mengelak dengan alasan kondisi yang tersedia. Tetapi setelah dipikir jernih, mencoba mengubah persepsi (Point of View) atau sudut pandang. Membayangkan kalau aku yang menjadi dosen, aku yang menjadi guru, aku yang menjadi tenaga pendidik atau karyawan dalam suatu instansi pendidikan. Meskipun diampu oleh negeri, adanya tanggung jawab yang harus dipikul benar-benar dan tidak bisa diselewengkan main-main.

Kalau kondisinya luring, yang artinya kita semua bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka. Maka proses belajar semua instansi pendidikan akan berjalan sesuai target, atau setidaknya dapat memenuhi persyaratan minimum. Karena pembelajaran tatap muka itu berbeda jauh dibandingkan pembelajaran daring. Aku yang nolep ini kadang merasa ingkar pada statemen tersebut.


Aku sempat berpendapat, bahwa mau model pembelajaran daring atau luring sekalipun. Kalau yang diajari sudah membelot dengan niatan awal, atau tidak satu tujuan atau niat. Ya sama aja, ilmu atau materi yang disampaikan ngga bakal masuk ke pikiran. Sebaliknya, meskipun kondisinya daring sekalipun. Kalau si murid memiliki rasa niat yang tinggi, pasti ada jalan. Meskipun dari pengajar menerangkannya hanya modal memaparkan PPT kemudian tugas, si murid yang ambisius dan niat betul-betul... tuh pasti akan tetap mencari jalan dan berusaha agar dia paham. Al hasil, tugas dapat tetap dikerjakan melalui browsing media internet dan sebagainya.

Namun setelah dipikir-pikir, untuk dapat melakukan hal tersebut (ada niat yang kuat). Pasti ada fasilitas yang mendukung, atau aku bisa menyebutnya semesta mendukung. Ibarat dunia atau alam ini mendukung orang atau si murid tersebut untuk belajar. Mulai dari fasilitas, kemauan dan pengajar. Kalau ada sisi yang hilang, ada potensi niat atau kemauan pada si murid akan luntur.

Ya, aku pernah memiliki statemen tersebut. Tetapi sekarang malah berbalik hampir 180 derajat.


Kembali lagi ke judul. Semua pusing.

Apa yang membuatku mendorong menulis ini, adalah hasil pikiran imajinatif. Setelah ber-overthink kepada pengajar yang mesti dan selalu memberikan tugas, atau paling tidak. Tugas yang diberikan itu bener-bener seperti menyiksa muridnya, bahkan aku sempat dengar mereka yang ingin untuk tetap stay connected, harus pergi ke suatu tempat alias mencari sinyal supaya tetap bisa terhubung melalui ruang virtual zoom ataupun google meet dan semacamnya. Ini yang membuatku pernah berpikir, "Apa pengajar tidak memikirkan kondisi murid-muridnya? Mereka yang sudah bersusah-payah, kenapa tidak diringankan saja. Tidak perlu berbelit-belit sampai harus pergi sana-sini. Dikira itu bepergian itu dibolehkan kepada tiap keluarga kali ya?"

Tetapi Alhamdulillah, aku mendapat bayangan pikiran. Kalau misalnya aku diposisikan menjadi tenaga pengajar/pendidik. Menjadi seorang guru, dosen atau semacamnya. Meskipun guru atau pengajar itu termasuk karyawan, bagaimanapun mereka. Beliau-beliau adalah guru, seorang mulia yang memberikan ilmunya kepada murid terhormat mulia nan cinta.


Mereka para guru pasti berkeinginan agar murid-muridnya bisa paham atas apa yang beliau terangkan. Platform daring, itu plus-minus. Bisa mendorong pada kemajuan atau malah pada kemerosotan. Relatif, dikembalikan kepada siswa atau muridnya kembali. Guru atau dosen, umumnya memiliki target. Pencapaian minimum yang what ever it takes harus tercapai. Apapun itu kondisinya. Contoh simpelnya adalah murid dapat memahami dan menguasai kompetensi yang diajarkan selama semester sekian...

Apalagi kondisi daring saat ini, yang luring aja belum tentu paham. Apalagi model daring? Maka dari itu, dosen atau guru harus memutar otak berpikir keras bagaimana caranya supaya kompetensi ajar atau materi yang disampaikan, harus benar-benar sampai ke murid-muridnya. Salah satunya adalah diberikannya tugas atau pekerjaan rumah.

Termasuk usaha yang perlu kita (sebagai murid), hargai. Karena mereka para pengajar, guru pasti lebih pusing dibandingkan kita-kita yang statusnya masih menjadi pelajar atau mahasiswa. Ya bener, terkadang itu memang ngeselin atau malah bikin emosi dengan karakteristik tiap orang yang berbeda-beda. Tetapi tetap ingat bahwa tujuan mereka melakukan hal tersebut adalah untuk mendidik. Mendidik siapa? Ya kita-kita sebagai murid. What ever it takes, we've must respect them. Our beloved teacher, noble person ever.


Sekarang kita bayangin deh, guru yang sering memberikan tugas pada murid-muridnya itu sang guru memiliki tanggung jawab sendiri untuk menyampaikan ilmu atau materi agar sampai ke murid-muridnya dan mengoreksi, mengecek jawaban tiap murid-muridnya. Kerja lebih dua kali atau bahkan sampai berkali-kali, tergantung seberapa banyak murid dan kelas yang beliau ampu.

Ditambah lagi, umumnya seorang guru itu bekerja di suatu instansi atau mengkhidmahkan dirinya untuk mengajar. Entah itu dibayar atau nggak, mereka umumnya sudah berkeluarga. Memiliki istri/suami, anak. Seseorang bekerja menjadi pengajar, guru, dosen ada beberapa alasan. Logisnya untuk menafkahi atau mungkin ada hal penting lainnya. Tetapi mau bagaimana pun, tetap harus respect what ever it takes.

Karena semuanya pusing, nggak cuma kamu aja. Orang tuamu pusing harus memutar otak bagaimana agar tetap bisa mendapatkan nafkah untuk kamu-kamu semua. Sehingga jangan sampai mengecewakan. Bukan sok menggurui, tetapi ini nyata dan aku mengalaminya juga. Sekali lagi, tujuan aku menulis post ini adalah untuk pengingat aku sendiri. Menyadarkan bahwa aku tidak sendiri, maksudnya tidak sendiri kalau punya masalah.


Semua orang punya masalah, punya problema macam-macam dengan porsi mereka masing-masing. Sesuai dengan ketahanan mereka masing-masing. Aku nggak mungkin bisa kayak kamu, begitu juga sebaliknya. Saling iri itu nggak ada guna, semua orang sudah memiliki porsi sendiri yang sudah diatur dan ditetapkan, kita tinggal menjalani.

Wkwk, lima menit membaca tulisan semi religius. Intinya tetap semangat. Tbh, aku nulis ini juga karena ingin melipur diri, memberikan semangat diri sendiri bahwa masih banyak tantangan yang akan dihadapi. Jadi bersiaplah!


iamshidqi, Oktober 2021.

Untuk kolaborasi hubungi melalui medsos saya.

CONVERSATION

0 komentar: