Hati-Hati Overshare

 


Teman dekat, teman sebaya, guru, keluarga dan seterusnya. Sering toh pasti diajak sharing atau saling sharing nongki berbagi pengalaman, sambatan untuk kepentingan curhat atau sekedar obrolan santai omong kosong biasa. Ndak tahu bahas apa, nanti kemudian nyinggung sana-sini kanan-kiri topik nyasar-nyasar, eh sampai hal privat yang seharusnya tidak perlu, tidak patut dibagikan malah tanap sengaja keceplos diobrol-publikkan kepada teman.

Bukannya menaruh curiga, tetapi privasi bagaimanapun tetap ada. Dan menjaga privasinya orang adalah kewajiban, menjaga privasi sendiri agar tidak diumbar atau mengumbar juga kewajiban yang dianjurkan. Post ini ditujukan untuk aku/saya sendiri, karena sering dua tiga kali berkali-kali ketika nongki ngobrol. Entah itu luring maupun daring, kalau sudah terlewat topik dan bingung bahasan... bisa-bisa membahas hal not safe for work. Hal-hal yang seharusnya jangan terumbar, eh malah ditumpahkan. Ibarat jadi mata-mata yang gagal memberitahukan tujuan atau misi kepada pedagang atau tukang bakso yang berjualan di pinggiran jalan.


Overshare atau share yang over (berlebihan) menurut penjelasanku sendiri, membagi atau berbagi sesuatu tetapi over alias berlebihan. Simpelnya begini, mengobrol urusan agama —kemudian menyerempet masalah fikih keluarga, lah malah yang dibahas bukan fikihnya. Tetapi keluarga yang itu sudah vital banget dan jangan diumbar. Maka overshare terjadi.


Apa yang Memicu Overshare?




Rumit, tergantung kondisi individu perorangan. Entah itu kondisi kejiwaan ataupun spiritual yang menuntun seorang mencari teman atau orang lain secara sengaja ataupun tidak sengaja, kemudian bercerita. Menceritakan hal-hal masalah namun terlalu dalam sehingga banyak hal yang seharusnya tidak pantas atau patut diketahui orang lain.

Pengalaman overshare sering terjadi ketika sedang stress atau kondisi jiwa pikiran (aku menyebutnya sanity aka kewarasan) tidak stabil, pikiran pusing. Kemudian mencari kawan atau teman untuk curhat mencurahkan hati pikiran. Entah itu dapat pencerahan atau engga, pikir belakangan —yang penting cerita tersampai-salurkan itu sudah lega nan paham.

Dan overshare ini hampir 80% kiranya sering terjadi ketika sedang curhat face to face. Entah itu luring maupun daring. Overshare ndak melulu masalah internal keluarga atau privat yang dihadapi atau dipusingkan oleh diri sendiri. Melainkan masalah orang lain yang kamu/aku dapat dari teman curhat, itu bisa jadi ember bocor kepada orang lain. Parahnya lagi, kalau yang dibahas-gibahin adalah orang yang dibenci atau ada problema, jadinya sesi acara rumpi no secret. Ngga, maksudnya terjadilah no secret. Alias tidak ada rahasia yang valid dan aman. Apalagi kalau sudah disampaikan kee 1-2 mulut. Tersebar, pasti.


Selain karena stress, pikiran dan sebagainya yang memicu ingin cerita kepada orang lain. Ada faktor lain, karena overshare itu nggak melulu terjadi ketika sedang curhat. Walaupun sebenarnya curhat itu sendiri toh hakikatnya bercerita masalah, untuk didengarkan dan mendapatkan pencerahan (bonus). Namun overshare yang sering terjadi, biasanya ketika sedang mengobrol biasa. Bertiga, berempat atau bersama geng-geng komunitas. Sehingga overshare yang di-share bukan hal yang dialami oleh pelaku/individu. Melainkan orang lain. Maka inilah mengghibah atau menggosip.

Gosip adalah fakta yang tertunda. Iya emang, meskipun yang dikatakan atau digibahin adalah suatu kebaikan orang lain, ketika orang yang digibahin tersebut tahu dan ia tidak suka. Tetep aja namanya gosip, dan aku sendiri berusaha menghindari hal tersebut yang sering reflek dan berjibaku untuk menghindari.

Namun overshare biasanya cenderung ke diri sendiri. Seperti menceritakan masa lalu yang mungkin terasa cringe untuk diceritakan atau terlalu vital, karena dari kisah masa kecil, komunikan atau penerimanya bisa menyimpulkan siapakah kita, siapakah aku, bagaimana aku, apa kelemahanku dan apa bakatku. Bukannya ber-suudzon, tetapi ngga ada salahnya juga untuk hati-hati. Maksudnya hati-hati dalam berkomunikasi, khususnya sharing.


Overshare Itu Tidak Bisa Direncanakan




Terjadi karena ketidaksengajaan, reflek dan menyesal berpikir berlebihan kemudian.

"Kok bisa aku cerita hal gitu ke dia loh?"

"What I've done? The heck?"

"Aduh, ngapain aku malah cerita sampai situ-situ juga..."

—Dan masih banyak lagi


Seperti yang sudah tertulis di awal, overshare itu sering terjadi karena reflek ketika mengobrol, nongkrong. Mengikuti arus pembicaraan dan kemudian berbagi sampai seantero masalah yang dihadapi pun tumpah tersampaikan.

Ketika direncanakan sekalipun, biasanya ngga masuk akal atau malah jadinya tidak overshare. Karena namanya overshare itu tindakan ketidaksengajaan, kalau sudah direncanakan namanya bukan overshare, tetapi pidato atau presentasi wkwk.

Bentuk penyesalan rata-rata hanya sebatas pikiran yang berkerumun saling ber-monolog menyalahkan diri sendiri dan tidak ada penyelesaian (solving). Karena itu informasi sudah tersebar sampaikan (meskipun secara tidak sengaja atau reflek).

Sedangkan mengambil kembali informasi, itu tidak mungkin. Sekarang gini deh, tidak mungkin to aku bilang,

"Bre, kemarin pas aku bilang tentang masa kecil kelam itu. Kamu lupain ya."

"Heh? Yang mana?"

"Yang itu, pas aku bilang ketika dulu aku TK—"

Dan akhirnya malah diingatkan, wkwk.


Itu baru informasi masa lalu, umumnya teman normal tahu masa kelam masing-masing. Tetapi buat yang sudah semester tua, memikirkan judul skripsi sampai memusingkan diri dan akhirnya mendapatkan judul yang epik ggwp —terus terceplos curhat tentang judul skripsi. Bisa gawat betul nantinya.


Apapun itu, informasi yang telah disampaikan. Entah komunikan (receiver) terlihat memperhatikan atau enggak, sama aja informasi yang diobrolkan atau sampaikan sudah tidak rahasia lagi. Sehingga perlu banget untuk berpikir 2-5 kali dalam mengobrol, meskipun cakupannya obrolan omong kosong.

Lebih-lebih kepada teman biasa, kita ndak tahu niatannya bagaimana. Siapa yang tahu? Bukannya suudzon, kan mencegah lebih baik to daripada mengobati.


Mencegah Overshare

Sebelum bercerita atau mengobrol, perlu banget melihat orangnya dulu. Bukan milih teman, tetapi menyesuaikan porsi obrolan yang sesuai dengan tema atau situasi nongkrongnya. Sehingga kejadian overshare dapat diminimalisir.

"Ya wajar Pal. Getun neng buri." (ya wajar Pal, kecewa datang belakangan).

Kalau datang diawalan namanya pendaftaran wkwk.

Kejadian overshare itu sering terjadi oleh aku sendiri. Kepada teman dekat, atau orang biasa atau malah orang asing yang kadang baru kenal belum lama, mengobrol kebetulan nyambung tema dan mengalir akhirnya sadar kalau aku tadi malah bercerita namun berlebihan.

Mulai melatih diri untuk berpikir mau cerita apa, sehingga sesuai dengan jalur atau tidak menyeleweng. Ibarat mau jalan, pergi ke mana? Nah itu direncanakan atau dikonsep supaya sesuai jalur dan informasi yang ingin disampaikan bisa sampai ke komunikan tanpa adanya paket yang datang tidak diundang, pulang jadi getun belakangan.


Aku, iamshidqi. 2021

Untuk kolaborasi hubungi melalui email atau twitter.


CONVERSATION

0 komentar: