Menjadi ketua panitia, pada acara pameran budaya

 


Adalah suatu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa terlimpahkan untukku. Terpilih menjadi ketua panitia, mengemban amanah untuk meng-handle, mengurus teman-teman angkatan dan bertanggung jawab atas jalannya acara pameran budaya yang menjadi tugas akhir dalam mata kuliah Informasi dalam Konteks Sosial yang diampu oleh Ibunda Labibah.

Acara pameran ini diadakan tiap tahun sekali, oleh mahasiswa ilmu perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta semester 4. Yang kebetulan tahun ini, aku mendapatkan kesempatan untuk memimpin jalannya panitia, yakni sebagai ketua panitia.


Hari pertama pas bulan Ramadhan, masih teringat betul. Waktu ashar aku buka whatsapp habis ketiduran siang. Banyak notifikasi di whatsapp, mulai dari grup sampai ada yang japri.

Enggan buka, tapi setelah mengintip di notifikasi ada yang menyebut-nyebut nama 'Naufal' akhirnya langsung dong buka whatsapp dan dikejutkan dengan grup yang dibuat mendadak dengan tujuan mulai mengurus acara untuk tugas akhir besok.

Dan dalam grup tersebut, tertera ikon '@' yang berarti ada orang yang mengetag namaku.


Lalu apa yang terjadi?

Aku terpilih menjadi ketua panitia.


Ini cerita mungkin beda versi kalau dari sudut pandang orang lain. Ada yang mengatakan menyalonkan aku karena aku dipandang pintar dan bisa mengayomi (Amiin), dan ada juga yang menyalonkan yang lain. Tapi kebetulan voting berakhir dan namaku terangkat.


Kok bisa terpilih, bukannya kamu...

Ya aku sadar dan tahu, bahkan kalau boleh bercerita. Aku sampai overthinking dan tidak bisa tidur bahkan sakit. Karena dari awal aku belum ada pengalaman berorganisasi yang baik, apalagi memimpin anggota yang lingkup cakupan tujuannya sangat besar. Yakni terselenggara pameran budaya, yang tahun ini angkatanku mengusung tema Ramadhan di Indonesia.


Terus, bagaimana? Nggak ada pengalaman, bukannya nekad--

Ya, nekad emang. Sempat aku mau mundur, tapi 'Kesempatan ini tidak datang dua kali.' Maksudku terpilih menjadi ketua panitia, dan yang menyalonkan itu aku nyaris tidak tahu siapa. 

Maksudku aku tidak mengenal baik teman-teman angkatan luar kelas (Parah banget) karena pribadi negatif sebagai 'nolep'. Lalu teman-teman angkatan dengan sudinya menyalonkanku. Itu artinya mereka berpositif thinking kepadaku. Aku harus bersyukur!


***


Al hasil, awalan terlihat lancar, rapat sana sini dan merencanakan semua planning. Kemudian sampai akhirnya ada satu kendala yang mencabang sampai mana-mana.


Warna-warni, nano-nano. Semua terjadi dan jauh dari kata sempurna.


Terlebih karena dari awal banyak miskomunikasi, typo kesalahan dari ketua panitia, dan.. macam-macam. Nggak menyalahkan diri sendiri sih, tapi memang dari aku mengakui pameran budaya yang aku emban tanggung jawab sebagai ketua panitia jauh dari kata sempurna.


Support dari dosen, teman-teman banyak dan aku sangat berterima kasih. Karena kurangnya pengalaman, dan dari awal memilih untuk jadi kupu-kupu (kuliah pulang, kuliah pulang) adalah keputusan yang menjerat awakku sendiri dan mungkin kejadian ini memberikan kesimpulan bahwa berorganisasi, pengalaman me-manage orang itu perlu. Apalagi besok ketika terjun di dunia kerja, ya.. so pasti bakalan shock.

Tapi beruntungnya aku mendapatkan pengalaman ini ketika semester 4 ini, bukan pas praktek kerja (PPL) aku harus bersyukur atas segala kritikan dan nasehat yang kalian berikan.


Menjadi ketua panitia sengaja aku masukkan dalam event yang tidak akan aku lupakan di semester empat ini. Dalam daftar kaleidoskop kejadian di semester 4. Mungkin bagi temen-temen yang sudah terbiasa join di organisasi, sudah biasa mengurus acara seperti seminar atau malah yang lebih besar dan cakupannya tidak lingkup anak kampus melainkan sudah masyarakat. Adalah hal yang biasa.


Tapi bagiku, ini luar biasa dan perjuangannya sampai ambruk jatuh bangun berkali-kali, sampai memicu ptsd masa lalu yang mungkin tidak etis aku cerita di sini.


Apa saja yang aku alami. Bisa dibayangkan, sesosok aku yang notabenenya kurang masalah komunikasi atau malah tidak samsek. Kalo pas kelompok, konon sering nge-carry anggotanya karena pada slowrespon dan akhirnya "Go mrene, w garap." Dan seterusnya.

Kemudian diberi shock-terapi terpilih menjadi ketua panitia yang menghandel banyak orang. Satu angkatan bre, hiperbola. Ya emang, karena hal ini tidak suatu yang biasa terjadi.


Bila digambarkan sekilas, aku seolah melawan pribadi yang sifatnya aku introvert --hanya terbuka ke beberapa orang aja. Lalu dituntut untuk memimpin banyak orang, manajemen konflik, dan anjay mabarnya.


Memicu PTSD? Pasti, berkali-kali malah.


Dari kejadian ini, aku mengambil banyak manfaat. Mulai dari cara aku berkomunikasi, memahami sifat/tipe orang yang bermacam-macam, dan cara tegas yang tidak kaku dan moderat. 


Over all, this is valuable moment that I won't easily forget tho. Thank you.

CONVERSATION

0 komentar: