Sariawan dan Overthinking


Sariawan ini ndak kunjung sembuh. Dilansir di beberapa sumber mengatakan bahwa, disebabkan oleh pikiran. Ya pemicu utamanya adalah pikiran. Sekarang pertanyaannya, "Mikir apa kamu?" 🤣

Ya, jawabannya banyak. Tapi yakin sebenarnya yang dipikir itu kecil, tapi dibesar-besarin sendiri. Dipikir sampai dalam dan akhirnya menyakiti diri sendiri tanpa sadar. Simpelnya begitu.

Aku kena sariawan kira-kira awal bulan Ramadhan, mungkin sekitar tanggal 10-an kurang lebih. Bertepatan ketika aku ditunjuk sebagai ketua panitia tugas mata kuliah 'Informasi dalam Konteks Sosial'. Wkwkw, pretty ridiculious right? Yes is it lol. —Jadi aku mempunyai perasaan seperti takut menjadi pemimpin, disamping itu kadang sering menggerutu dibelakang. Aneh bukan? Yoi aneh, ngewohi.

Terlepas dari situ, aku mau tidak mau harus menerima keadaan. Ketika awal-awal, setiap hari rasanya pusing tanpa sebab. Bahkan sampai tidak nafsu untuk main game. What do you mean 'tidak nafsu main game?'. Kalian tahu, salah satu pelipur lara, menyegarkan pikiran menurutku ya itu. Don't blame me pls about this, everyone has an unique style to chill their mind & feeling tho.

Jadi sampai bebannya nembus ke ubun-ubun. Kalau temen saya di Discord bilang,

"Overthinking-nya to the Bone."

Tapi emang sih, salah satu sikap yang sering membuang-buang tenaga, pikiran, nan stamina. Overthinking.

Meski sudah dipandu oleh kakak tingkat, tapi feels beban pasti ada. Melihat apa yang terjadi olehku, aku tidak bisa membayangkan bagaimana mereka, kawan-kawanku mengatur emosi, stamina, pikiran. Membagi awak dan pikiran untuk bisa eksis di beberapa organisasi. Sampai akhirnya ada konflik sana-sini dan.. bisa menyelesaikannya sedikit pelan-pelan tapi pasi.

Kebetulan aku menemukan e-friend. Ya aku bisa menyebutnya e-friend, bisa diartikan kawan chat melalui media sosial gampangannya begitu. Aku kebetulan bertemu kawan chat melalui platform Discord, di mana setiap pengguna menjaga privasi masing-masing. Tentu saja sudah jadi konsekuensi dan sikap untuk nggak menanyakan hal-hal yang berbau privasi, kecuali sudah mendapatkan izin dan benar-benar diizinkan. Seperti menanyakan asal negara, usia, dan sebagainya.

Dari sini aku beruntung menemukan kawan chatting yang bisa diajak berbagi, sharing. Terutama dalam hal kepemimpinan. Mungkin aku memang butuh kawan chat, kawan untuk sharing. Terlalu lama dipendam sendiri, ditulis sendiri dalam bentuk free writing.

Free writing sih free writing, terapi sih terapi. Tapi terkadang lebih mantap ketika diungkapkan kepada seorang yang hidup. Dari sini, aku mulai belajar dan sadar. Pentingnya bersosialisasi, punya teman yang paham situasi, bisa memberi saran sugesti yang baik, kritik membangun, dan sebagainya.

Tapi model seperti itu langka di zaman sekarang. Apalagi yang bisa mendorong, men-spirit kita untuk tetap semangat.

So yeah, aku baru menyadari hal tersebut.

Telat!

Yes, aku telat. Baru menginjak usia 20 tahun baru sadar. Walaupun sebelumnya sudah banyak kejadian yang seolah-olah Gusti Allah memberikanku tanda untukku akan pentingnya sosialisasi, pentingnya punya banyak teman, dan sebagainya.

"Aku tahu hal tersebut, tapi aku tidak mendengarkan dan menyimak mempelajarinya dengan baik."

Sama persis seperti cerita di surat al-Mulk bukan? Sudah ada tanda, tapi malah mengabaikan. Ya Allah Gusti.


Dari banyak pikiran dan mikir terlalu dalam, overthinking. Tumbuhlah penyakit yang tidak sadar itu dari diri sendiri. Maksudnya karena terlalu banyak mikir kedaleman, akhirnya tubuh ndak punya waktu untuk regenerasi imun, dan sebagainya. Staminanya habis dipakai buat mikir hal-hal yang nggak perlu, overload. Lantas ketika tubuh lagi nggak fit, penyakit bisa masuk. Apalagi kondisi sekarang pandemi yang sebenarnya ini menakutkan, rly menakutkan. Tapi yang tidak tahu, seperti komedi kelas internasional.

Overthinking menyebabkan imun menurun. Berdasarkan pengalamanku yang sudah-sudah. Aku sering mendapat pasokan stok penyakit yang reko-reko macam-macam ketika banyak pikiran. Naasnya yang aku pikir itu bukan hal yang benar-benar penting. Parahnya lagi yang aku pikir itu bukan masalah organisasi, malahan masalah diri sendiri.

Parahkan? Sudah sakit, nyusahin, yang dipikir bukan masalah dunia, negara, ataupun organisasi. Tapi ego diri sendiri. Untungnya sekarang aku sudah naik tingkat, yang dipikir bukan masalah diri sendiri. Melainkan organisasi hehe.

Ya setidaknya sudah naik pangkat dong, maksudnya sudah ada perkembangan tentang apa yang dipikir sampe anjlok.


CONVERSATION

0 komentar: