Saya pernah mendengar, tidak, bukan mendengar. Maksud saya
adalah membaca sebuah kutipan kata mutiara oleh Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki
Al Hasani. Beliau adalah salah satu ulama Islam dari Makkah, Arab Saudi. Berikut
kutipannya adalah, “Selamanya, Engkau tetap Santri”
Selamanya, engkau tetap santri. Ok, sekarang bagaimana
maksudnya? Apa ini ungkapan bagi seorang yang sudah mondok selama
bertahun-tahun, misalnya semenjak kecil? Atau mungkin sudah 5-10 tahun lamanya?
Tidak, menurut saya tidak.
Karena, begini. Ini asusmsi saya sendiri. Tolong, jangan
dibawa ke hal yang serius. Blog ini saya hanya beropini, melepas semua asumsi pemikiran
saya sendiri. Jadi, bila ada hikmahnya, maka Alhamdulillah. Kalau bilamana ada
terdapat hal yang keleru atau tidak sesuai hati dari pembaca, maka saya mohon
kritik dan sarannya.
Dikarenakan ungkapan ini. Menurut saya adalah untuk semua
orang. Semua yang pernah menjadi santri. Nah, sekarang apa itu santri yang
dalam arti simpel? Adalah seorang yang berguru. Berguru dalam bentuk apapun. Berguru
tidak harus dalam konteks resmi seperti halnya dalam kelas atau terikat suatu
aturan atau semacamnya. Misalnya kamu punya teman, dan “dia” ahli dalam bidang
tertentu. Kemudian kamu meminta “dia” untuk mengajarimu agar yang mana kepintaran
atau keahliannya semoga bisa tertularkan padamu. Nah, kegiatan atau tindakan
itu sendiri sudah termasuk santri. Menurut saya.
Penghulu kita, Nabi Agung Muhammad SAW. Pernah menjadi
santri. Berguru dengan siapa? Beliau Nabi menjadi santri ketika Malaikat Jibril
mengajarkan menulis dan membaca. Dan Nabi Muhammad menjadi santri yang baik. Mendengarkan,
memperhatikan. Jadi, menurut saya sendiri, istilah santri itu adalah lingkup
yang meluas cakupannya. Tidak hanya terpaku pada dunia pondok ataupun dalam
suatu majelis perkumpulan ilmu saja.
Dalam hal fisik sekalipun, itu bisa disebut sebagai santri. Karena
menurut saya, istilah santri dalam pengertian saya sendiri adalah, berguru kepada
seorang yang ahli.
Kita bisa menyebut diri kita santri. Karena terkadang dalam
situasi tertentu memanglah perlu. Namun, mungkin sedikit berbeda bila menyebut
diri kita adalah “mantan santri”. Sebentar, wow mungkin pembahasan dalam page
ini sedikit frontal atau sebagainya. Sebab, kalau saya jelaskan dalam bentuk
pidato seara narasi, mungkin akan panjang lebar.
Pernahkah kalian mendengar istilah “mantan guru”? tentu saja
tidak. Guru, tetaplah guru. Seorang yang berjasa sekali memberikan ilmu
keahliannya kepada kita semua agar kelak menjadi seorang yang bermanfaat bagi
sesama. Begitu pula dengan istilah “mantan santri”, sekarang apa ada istilah
tersebut? bila di logika, mungkin beberapa mempunyai alasan alibi untuk
menjawab argumen tersebut. tapi, coba sekarang kita berpikir rasional dengan
se-rasional-nya.
Mau kapanpun, mau seberapa lama mondok sekalipun ataupun
hanya sejenak akan tetapi ilmu yang didapat begitu melekat kuat. Maka istilah
santri menjadi label dalam diri hati nama kalian yang pernah berguru.
Istilah ini menurut saya termasuk pula bagi yang pernah
menjadi santri kalong, atau seseorang yang mengaji kepada Kiai namun hanya
mengaji saja, untuk muqim tetap dirumah masing-masing. Nah, istilah selamanya
santri ini, bagiku, santri kalong termasuk karenanya.
Karena, ketika dalam prosesi mengaji pembelajaran khas kitab
kuning atau semacamnya. Di akhir materi majelis berakhir, seorang Kiai (yang
memimpin prosesi kajian,) akan membaca doa. Dalam ucapan-ucapan doa itulah,
terselip harapan agar materi yang disampaikan oleh Kiai tersebut meresap dan
masuk dalam pikiran yang mendengarkan, atau yang menyimak mauidoh materi
tersebut. jadi, secara tidak langsung seorang yang ikut mengaji, maka sudah
otomatis namanya termasuk dalam doa-doa Kiai tersebut.
Dan doa-doa tersebut akan terus mengalir dan bersumber
selalu. Setiap waktu dalam kehidupan masing-masing. Mungkin pribadi tidak terasa,
karena tidak memiliki kemampuan merasakan seperti itu. Akan tetapi bila di
logika, pasti akan terkuak. Ibaratnya saya pernah mendengar materi ini dan
sekarang saya menjelaskannya kepada orang lain, atau saya cepat paham
dikarenakan sebelumnya saya pernah mendengar materi ini, atau Alhamdulillah,
saya berhasil mendapatkan nilai memuaskan, ini mungkin salah satu berkah dari
saya pernah mengaji dengan Beliau. Misalnya.
Banyak sekali contoh-contoh keajaiban kehidupan sehari-hari
yang mungkin tidak terasa bila berkah dari mengaji dengan Kiai atau semacamnya
masih mengalir menyertai. Karena apa? Seorang Kiai dalam prosesi mengaji
bersama para santri-santrinya. Yakin bahwa Kiai tersebut mengajar dengan tulus
setia serta sabar dengan ikhlas. Jadi, seorang Kiai sudah mengalir berkahnya
dan tinggallah kita sebagai santri mengambil berkah tersebut.
Kiai tidak akan pernah lupa dengan muridnya. Sekalipun lupa,
bilamana bertemu, maka akan langsung teringat akan sejarah kronologis benang
merah itu terbentuk.
Logikanya, kalau Kiai saja mendoakan kita. Maka bagaimana cara
kita membalas budi Beliau? Ialah dengan terus mendoakan beliau. Secara tidak
langsung kita sudah selamannya menjadi santri. Dan selalu.
0 komentar:
Posting Komentar