Semester 4 berlangsung, sudah banyak tugas mengusung..
Ya pastilah, namanya juga kuliah. Dirundung banyak tugas, entah itu individu atau kelompok semuanya sama ramai dan harus dibikin seru. Apalagi masa pandemi seperti ini, prakteknya tambah seru wkwk.
Nggak-nggak, maksudnya bukan nge-sarkas. Tapi ya kendalanya ya itu-itu saja. Aku yang berada di kampung, ndak di lokasi Yogya. Sering satu dua kali minta alternatif peran mengerjakan tugas bila berkaitan dengan penelitian atau praktek yang domisili Yogya benar diuntungkan.
Maksudnya diuntungkan? Ya di Yogyakarta, semua informasi mayoritas tersedia. Maksudku perpustakaan yang tersebar dan besar-besar di sana semuanya menghimpun memiliki arsip pengetahuan yang cukup digunakan untuk referensi. Sedangkan aku sendiri yang berada jauh dari Yogyakarta (4 jam perjalanan bus), mungkin struggle-nya ya itu.. itu aja. Kalau nggak google, ya discord, atau mungkin spotify, atau malahan youtube. —Hasilnya enggak mengerjakan malah menonton pointless video di Youtube heuheu.
Belakangan ini, aku lihat berita atau story yang beredar diunggah para penulis ulung melalui platform Medium. Salah satunya menjelaskan tentang keadaan di India. Mengenai kasus COVID-19 di sana menyebar dan parah. Ada sampai seorang penulis asal India yang tenar dan mempunyai reputasi/pembaca yang banyak dalam setiap post/story-nya mengibaratkan seperti "Ayo, mari kita tegakkan kembali protokol kesehatan yang sudah usang hampir dilupakan. Merasa virus tersebut sudah hilang hanya modal vaksin suntik vitamin dan sebagai belaka lainnya.".
—Beberapa menulis tentang analisa sosial media. Seperti cuitan di Twitter yang jadi referensi utama. Loh, kenapa kok Twitter?
Karena mereka mempertimbangkan Twitter, karena cuitan/tweet yang ada di Twitter semuanya update secara waktu nyata (Real-time). Ada penulis India yang mengunggah analisa tweet yang berkaitan tentang permintaan minta tolong, atau meminta informasi tentang ruang rawat inap yang kosong.. pada hari-hari belakangan ini. Sekitar tanggal 25 April atau lebih.
Banyak pada tanggal akhir bulan April kemarin, mereka warganet khususnya India. Mayoritas tiap cuitan/tweet-nya disertai SOS yang berarti suatu yang benar-benar darurat dan butuh penanganan segera. Aku menilai, bila cuitan/tweet kok sampai mencantumkan SOS maka diartikan ada kepentingan yang benar-benar mendesak sampai nyawa itu jadi pertimbangan.
Seperti salah satu cuitan meminta tolong untuk informasi ruang rawat inap kosong, karena ada keluarga dari pengirim/sender yang sedang kritis dan perlu penanganan.
Ada lagi yang mencari alat Ventilator untuk salah satu saudaranya yang sedang berjuang melawan COVID-19, sampai memberikan keterangan level saturasi oksigen.
(Dari sini aku sampai browsing informasi tentang saturasi oksigen/Blood oxygen level. Mulai dari gejala, sebab, dan efeknya).
Cuitan mereka semua meminta pertolongan dan penangan segera. Karena tenaga medis sampai kewalahan, akhirnya banyak pasien yang kurang mendapatkan penanganan khusus. Sedangkan pasien COVID-19, memerlukan penanganan intensif. Karena penyakit yang berkaitan dengan pernapasan termasuk organ vital yang menyambung nyawa —maksudnya kalau organ vital ini mati/rusak/gagal maka nyawa jadi taruhannya.
Dan biayanya juga tidak murah.
Salah satu penulis mengungkapkan tentang pesan moral yang menjadi nasehat bagi seluruh warganet yang membaca post/story-nya di Medium.
"Pakai masker, pakai masker. Karena dengan menggunakan masker, kalian melindungi diri sendiri sekaligus melindungi orang lain."
Karena mereka yang sedang kondisi tidak fit, menggunakan masker. Setidaknya mereka sudah menyediakan tameng pada mulut dan hidung, yang jadi salah satu jalan masuk COVID-19. Terlebih mereka yang sehat, jadi tidak saling tular menularkan.
"COVID-19 itu nyata. Ia menyerang tidak memandang siapa kamu, usia kamu, agama kamu, atau mungkin kepercayaan kamu percaya bahwa virus ini ada atau tidak. Ia menginfeksi inangnya, kemudian berkembang biak lalu menyebar kembali untuk menginfeksi dan melakukan hal yang sama.
Tidak peduli siapa kamu, benar. Aku menganggap ini benar-benar fakta. Tidak peduli sebesar apapun jabatan yang sedang di-emban, atau sebesar apapun derajat orang. Bila imun mereka sedang kondisi tidak fit, maka.. COVID-19 tetap bisa menyerang kapan pun di mana pun.
Lalu hubungannya dengan kuliah?
Dari awal aku menulis ini tujuan praktek menulis bebas, jadi.. konten yang berisi absurd wal acak heuheu.
Adalah mau bagaimana pun kondisinya, aku harus tetap bersyukur dan berterima kasih. Karena, banyak di luar sana mungkin mereka ingin tetap bisa aktifitas seperti biasa. Kuliah walaupun model daring (meski banyak pro & kontra), aku harus tetap maksimal. Menggunakan media apa saja yang tidak membatasi pandemi ini untuk berkarya dan berkembang.
Mulai dari menulis, atau mempelajari sesuatu. Malah sekarang ini aku sedang mengurus acara geden, yang seharusnya kalau ini model luring.. mungkin bakal geden, sak geden-geden ne.
Intinya harus tetap bersyukur, masih bisa bernapas dengan leluasa. Tetap pakai masker, dan bagaimanapun respect dengan seorang. Semisal, ada seorang menggunakan masker terus dan tidak melepas. Padahal sedang kondisi reuni atau bukber temu kangen kanca.
Ya, aku diajari Ibu untuk berpikir positif. Mungkin ia sedang sakit atau kondisi tidak fit, karena itu ia memakai masker. Tuh pakai masker juga tidak merugikan kok menurutku.
Bagaimana dengan kalian?
Referensi:
https://chandy-bee.medium.com/covid-is-ravaging-my-country-137fb8d23ac0
https://www.medicinenet.com/what_are_blood_oxygen_levels/article.htm
https://www.kompas.tv/article/171117/who-krisis-corona-diawali-india-dibuka-kembali-pada-februari-2021?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter
https://www.kompas.tv/article/171099/india-krisis-pelayanan-medis-akibat-tajamnya-lonjakan-corona?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter
https://medium.com/dfrlab/analysis-of-sos-tweets-during-indias-covid-crisis-shows-how-ordinary-indians-helped-each-other-bebd8bdfdc14
0 komentar:
Posting Komentar