Volunter dalam jalan sehat



Bisa dikatakan kalau cerita atau pengalaman ini masih hangat. Maksudnya masih baru karena menulisnya waktu malam. Sedangkan waktu acara berlangsung ketika pagi hari. Mungkin imajinasinya masih lengket dan dapat memaparkan atau mendeskripsikan bagaimana perasaan menjadi seorang relawan turut ikut serta acara “Jalan Sehat” bersama teman difabel, untuk memeringati hari Difabel Internasional.

Menjadi seorang relawan, berarti harus lebih peka dari pada peserta biasa. Ya, karena seorang relawan pastinya sudah niat dari awal sebelum acara jalan sehat tersebut berlangsung. Jadi seorang relawan dalam tiap prosesi acara tersebut berlangsung, sudah menjadi kewajibannya untuk membantu difabel yang terlihat kesulitan.

Sebelum hari acara berlangsung. Kami (para volunteer atau relawan) di briefing atau diberi materi singkat akan tugas standar sebagai relawan dalam acara jalan sehat itu seperti apa.

Jadi, ketika momen itulah. Para relawan akan diajari bagaimana cara mendampingi netra dan tuna daksa atau difabel yang menggunakan kursi roda. Karena tidak semua relawan memahami cara standar mendampingi mereka. Banyak cara yang dikira seperti itu sudahlah benar, namun aturan sebenarnya pun berbeda. Karena itulah diperlukan briefing agar para relawan mengetahui, setidaknya cara standar untuk mendampingi difabel, netra khususnya.

Jalan sehat yang diikuti sebagian besar adalah kaum difabel, dan para volunteer sangat terbatas. Kurang lebih hanya tiga belas orang, sedangkan difabel yang benar-benar memerlukan bantuan seperti difabel yang menggunakan kursi roda atau difabel netra itu cukup banyak. Sehingga tidak menutup kemungkinan, para volunteer harus lebih tanggap dan cekatan.


Banyak pelajaran yang kami dapat ketika mengikuti acara tersebut. Pertama, mempelajari bahasa isyarat tentunya. Terbilang cukup banyak para difabel tuli yang berpartisipasi, sekaligus belajar akan bahasa mereka. Sehingga tidak ada batasan komunikasi antar difabel dengan non-difabel.

CONVERSATION

0 komentar: